crathwaith
Thursday, April 5, 2012
Gita Gutawa XXX: The Beginning of the End
”kriing !!! kriing !!!”.
“plek…”.
“hooaahhmmm…”.
Jam weker itu kembali berdetak seperti biasa setelah belnya di tekan. Seorang gadis manis baru saja bangun dari tidurnya. Masih dalam keadaan mengantuk, dia mengumpulkan kesadarannya. Begitu merasa sudah segar, dia langsung bangun dari tempat tidur. Merapikan tempat tidurnya dan menaruh bantal dan guling dengan rapih. Ranjang itu sudah rapih lagi, tidak terlihat kalau baru habis dipakai.
“mmm….”, dia merenggangkan tubuhnya dan sedikit berolahraga di pagi hari yang indah itu. Dia melihat ke arah jam, baru jam 6.00. Dia pun memutuskan untuk mandi. Dia membuka keran air panas pada bak mandinya. Setelah hampir 1/4 bak terisi, dia membuka keran air dingin dan keluar kamar mandi. Sambil menunggu, gadis itu membaca buku Biologi, pelajaran yang lebih mudah dari pelajaran lainnya, menurutnya. Sesekali, dia kembali ke kamar mandi mengecek bak mandinya. Akhirnya, bak mandinya penuh juga. Gadis itu menaruh bukunya. Kini, dia sudah telanjang bulat. Tubuhnya memang kecil, tapi begitu padat dan sekal. Daerah kewanitaannya juga begitu sempurna. Benar-benar terawat, bulu-bulu halus menghiasi bukit kembarnya. Celah vaginanya pun masih tertutup rapat yang menandakan kalau daerah itu belum pernah di sentuh siapa pun bahkan oleh dirinya sendiri.
“aah…angeett..”, desahnya ketika tubuhnya sudah terendam sampai leher. Dia menuangkan sabun mandi cair ke dalam baknya.
“mm..mm..mm…”, senandungnya sambil asik menyabuni tubuhnya. Dia memutuskan untuk selesai. Dia keluar dari kamar mandi dengan jubah mandinya. Dia mematikan ac kamarnya, takut kedinginan. Dia mengambil seragam dari lemarinya. Sebelum memakai seragamnya, dia berdiri di depan kaca dan melepaskan jubah mandinya. Perhatiannya langsung tertuju ke satu bagian saat dia berdiri menghadap samping yaitu pantatnya.
“aduh…gimana ya caranya? gak enak banget diliatnya?”, tanyanya sendiri mengelus-elus pantatnya. Sudah 1 bulan ini, dia berpikir kalau pantatnya besar dan tak sedap dipandang. Pokoknya, tak pantas untuk gadis seusianya.
Padahal, dia sama sekali tak tahu kalau pantatnya begitu menggiurkan. Begitu bulat, padat, dan kenyal, saking kenyalnya ketika dipukul, pantatnya akan langsung bergetar. Dia tidak pernah tahu kalau banyak teman-temannya yang cowok ingin meremas atau setidaknya menepuk pantatnya yang montok itu.
“Gita !! ayo sarapan !!”.
“iya, Pah…sebentar…”. Setelah memakai pakaian dalam dan seragam SMAnya, dia membawa tasnya dan turun ke bawah untuk sarapan bersama ayahnya.
“ayo, Pah…kita berangkat…”, ujar Gita setelah selesai sarapan.
“kamu udah siap? gak ada yang ketinggalan?”.
“mm..kayaknya gak ada…”.
“yaudah kalo gitu…ayo berangkat…”.
“wah…lagi pada sibuk nih?”, sapa Gita ketika memasuki kelas.
“pr Bu Ida emang lo udahan?”, tanya Dini, teman baiknya yang juga sebangku dengannya.
“udah dong…namanya juga pr..ya gue kerjain di rumah lah…”, jawab Gita dengan riang.
“liat dong Git…”.
“nih…”. Gita hanya tersenyum saja melihat Dini sibuk menyalin pr.
“eh Dani…bengong aja…”.
“iya..”.
“lo udah prnya?”.
“udah, Git…”.
“wah…rajin ya…”. Dani hanya tersenyum saja.
Dani sebenarnya anak yang pintar dan rajin, tapi dia jarang ngobrol, jadi tak heran kalau teman-temannya memanggilnya invisible man (ada nggak ada sama aja). Gita sering mengajaknya mengobrol dan kadang minta diajarin. Gita memang ramah dengan semua temannya tanpa terkecuali, dia selalu senyum dan riang setiap harinya. Dan tak ada satu pun tahan jika Gita sudah tersenyum. Gemas ingin mencubit pipinya karena senyumnya yang manis yang dihiasi dengan gigi gingsulnya.
“selamat pagi anak-anak…”.
“selamat pagi, Pak…”.
“kemarin pelajarannya sampai mana?”.
Gita sangat senang dengan pelajaran matematika yang diajari Pak Angga karena cara mengajarnya yang santai dan diselingi candaan yang lucu membuat pelajaran matematika jadi menyenangkan. Pak Angga pun baik, ramah, murah senyum, dan yang paling disenangi murid-muridnya adalah murah nilai sehingga nilai matematika murid-muridnya jadi bagus.
“oh iya…bapak lupa absen…bapak absen dulu ya…”.
“Adiansyah..”.
“ya, Pak !”.
“Agung Prasetyo..”.
“hadir, Pak…”.
“Aluna Sagita..”.
“disini, Pak..”.
“ya, besok kita lanjutin lagi…”, tambah Pak Angga setelah selesai mengabsen Yudi, murid ke 37 yang merupakan murid terakhir di kelas. Hari pun berlangsung seperti biasanya. Selalu semangat seperti biasanya, Gita tetap kelihatan lincah dan segar sedangkan teman-temannya sudah lemas dan mengantuk.
“Git…ntar gue ama Lina mau nonton…ikut yuk?”.
“sori nih Din…ntar gue ada acara…”.
“cie…tau deh yang sibuk..”.
“ye…iri ya?”, candanya.
“uuhh…”, Dini gemas mencubit pipi Gita.
“aduw..duh…sakit, Din…”.
“hehe…yaudah sana, Git…”.
“yee…ngusir nih ya..”. Dini dan Gita memang biasa bercanda sampai saling cubit dan saling kelitik. Gita pulang ke rumahnya dijemput ayahnya. Setelah sampai di rumah, Gita langsung mandi dan mengenakan pakaian perginya serta mengambil pakaian pentasnya. Sebelum pergi, Gita meminum obat penambah stamina yang merupakan rahasianya tetap segar sepanjang hari.
“kamu udah selesai make-up?”.
“udah Mbak Dina…”.
“yaudah..abis ini kamu…”.
“oke Mbak…”. Gita pun bersiap memasuki panggung bersama penari latarnya.
“kita sambut Gita Gutawa !!”. Gita pun naik panggung. Dia menyanyikan lagunya dengan lincah. Penonton menikmati nyanyian Gita.
“aduh…capek juga…”, keluhnya sudah dalam perjalanan pulang.
“besok kamu ada pr?”.
“gak ada, Pah…”.
“yaudah..langsung tidur ntar..”.
“pasti dong, Pah…hhooahhmm..”.
Erwin mengangkat anaknya ke kamar. Dia menyelimuti anaknya yang ketiduran sejak di mobil tadi. Keesokan paginya, Gita berangkat ke sekolah seperti biasanya.
“Git..minta tambahan ama Pak Angga yuk…”.
“ayo boleh…gue juga masih ada yang belom ngerti…tapi di rumah siapa?”.
“di rumah Pak Angga aja…”.
“emang Pak Angganya mau?”.
“mau…tadi gue udah nanya..”.
“terus kapan?”.
“minggu aja..gimana?”.
“oke..kebetulan gue juga gak ada acara minggu…”.
“sip deh..”.
Hari minggu pagi, Gita pun bersiap untuk pergi ke rumah Pak Angga.
“Pah…nanti jemput Gita sekitar jam 1 ya…”.
“iya sayang..nanti Papa jemput jam 1..”.
“daah…”.
“permisi..”, ucap Gita sambil menekan bel yang ada di samping pagar.
“sebentar !!”, jawab seseorang dari dalam.
Tak lama kemudian, Pak Angga keluar dari dalam rumahnya.
“eh kamu Gita…mana temen-temen kamu? kok kamu sendirian?”.
“tadi saya dianterin Pak…emang yang lain belum dateng ya, Pak?”.
“belum…yaudah..kamu masuk aja…kita tunggu di dalem…”.
“iya, Pak…”.
“ayo Gita…silahkan duduk…”.
“iya, Pak…”.
“kamu mau minum apa?”.
“nggak usah, Pak…ngerepotin…”.
“nggak apa-apa…masa ada tamu..gak disediain apa-apa…bapak bikinin sirup ya?”.
“ngg…gak apa-apa, Pak?”.
“iya..nggak apa-apa…sebentar ya…”. Pak Angga kembali lagi dengan membawa 2 minuman.
“ayo Gita…silakan minum…”.
“makasih Pak…”.
Mereka mengobrol sampai semua telah datang. Gita, Dini, Nita, Putri, dan Karina pun belajar dengan semangat karena Pak Angga mengajar dengan diselingi candaan. Sebenarnya godaan juga bagi Pak Angga yang sudah ditinggal istrinya bercerai sejak 3 tahun lalu. Bagaimana tidak? di rumahnya sekarang, dia bersama 5 muridnya yang semuanya cantik jelita. Nita dan Putri yang wajahnya seperti wanita-wanita Uzbekistan. Karina yang berwajah oriental, hampir mirip seperti Lena Tan. Dan Dini, wajah dan lekuk tubuhnya sudah seperti model, kaki dan lehernya jenjang serta kulitnya putih mulus, membuat jakun pria yang melihatnya menjadi naik turun. Belum lagi, di sana ada seorang Gita Gutawa. Seorang penyanyi yang tak diragukan lagi akan menjadi diva selanjutnya. Suaranya yang khas, sifatnya yang rendah hati serta ramah dan pintar membuat banyak orang menjadi fansnya. Ditambah wajahnya yang asli Indonesia dengan senyuman yang manis, tak heran banyak orang yang senang kepadanya.
“gimana? udah pada ngerti?”.
“ya, Pak…ternyata cuma gitu doang ya…”.
“makanya…kalau bapak nerangin di kelas…jangan ngelamun…”.
“hehe…”.
Mereka berenam pun mengobrol dengan asiknya sampai jam setengah 1 siang.
“yaudah, Pak…kita pulang dulu deh…pasti bapak pengen istirahat..”, ujar Nita.
“oh iya…kita pulang dulu ya, Pak…”. Pak Angga mengantar mereka sampai depan gerbang.
“Git? ayo kita pulang?”.
“gue mau dijemput ntar…”.
“oh yaudah…kita duluan ya..”.
Yang lain pun sudah jauh, sementara Gita masih ada di samping Pak Angga.
“Pak…saya boleh nunggu di sini kan?”.
“oh ya tentu boleh…nunggunya di dalem aja…”.
“iya, Pak…makasih…”.
Gita dan Pak Angga kembali masuk lagi ke dalam rumah.
“Gita…kamu apa nggak capek? sekolah tambah manggung?”, tanya Pak Angga memecah kesunyian.
“ya pertamanya sih agak capek…tapi sekarang udah biasa…jadinya udah nggak capek lagi, Pak…”.
“oh…kamu hebat ya…sibuk nyanyi…tapi tetep pinter di sekolah…”.
“ah nggak, Pak…Ayah saya suka ngajarin saya kalau di rumah…”.
“oh gitu…”.
“oh ya, Pak…boleh saya nanya sesuatu?”.
“boleh…kamu mau nanya apa?”.
“Bapak tinggal di sini sendirian ya, Pak?”.
“iya…bapak sendirian di sini…”.
“lho? terus istri dan anak bapak di mana tinggalnya?”.
“anak Bapak tinggal sama mantan isteri Bapak…”, jawab Pak Angga pelan.
“oh…maap, Pak….saya nggak tahu…”.
“iya..nggak apa-apa…”.
“sebentar ya, Pak…”, ujar Gita merogoh kantongnya.
“halo, Pah?? Papa ada dimana?”.
“sayang…Papa belom bisa jemput kamu…Papa masih ada urusan…”.
“terus kapan Papa jemput Gitanya?”.
“baru bisa nanti sore…sekitar jam 3an…”.
“oh yaudah deh…kalo gitu Papa nggak usah jemput…Gita pulang sendiri aja deh…”.
“gak apa-apa?”.
“nggak apa-apa…yaudah Pah…katanya sibuk..”.
“iya…yaudah…kamu ati-ati pulangnya…”.
“iya, Pah…”.
“kenapa, Git?”.
“ini, Pak…Ayah saya nggak jadi jemput…kalo gitu saya pulang deh, Pak…”.
“terus kamu pulang sendirian? naek apa?”.
“iya, Pak…paling naik taksi, Pak..”.
“Bapak anter aja ya? masa kamu pulang sendirian?”.
“nggak apa-apa, Pak…kalo dianterin terus…ntar saya nggak bisa kemana-mana sendiri…”.
“iya tapi kan bahaya…kamu kan terkenal? kalo ada yang culik kamu?”.
“nggak apa-apa, Pak…saya pulang dulu kalo gitu…”.
“yaudah deh…hati-hati ya…”. Baru beberapa menit Gita keluar dari rumah Pak Angga, hujan langsung turun dengan sangat deras.
“tok..tok…tok…”.
“lho? Gita?”.
“maaf, Pak…saya keujanan…saya bingung neduh di mana…”. Gita memutuskan untuk kembali ke rumah Pak Angga karena dari rumah Pak Angga menuju jalan besar memang cukup jauh. Mau meneduh di rumah orang, Gita takut, jadi dia kembali saja ke rumah Pak Angga yang memang masih dekat.
“oh ya…kamu nunggu di jemput di sini aja…kayaknya ujannya lama berhentinya…”.
“makasih, Pak…”.
“kamu duduk dulu…”. Tak lama kemudian, Pak Angga kembali dengan membawa teh hangat.
“makasih, Pak…”.
Tanpa disengaja, mata Pak Angga tertuju ke arah payudara Gita. Kaos putih yang dikenakan Gita menjadi transparan karena basah terguyur air hujan. Tonjolan payudara Gita yang terbungkus bhnya jadi tercetak jelas di kaos putihnya. Gita juga baru sadar, dia berusaha menutupi dengan lengan kirinya.
“sebentar ya, Git…”, Pak Angga jadi malu sendiri tertangkap basah oleh Gita sedang memandangi payudaranya. Pak Angga masuk ke dalam kamarnya dan membuka lemarinya. Pak Angga terdiam, wajah Gita terlintas di pikirannya. Entah darimana bayangan itu bisa tercipta, tapi yang jelas di otak Pak Angga terbayang Gita yang terbaring pasrah tanpa sehelai benang pun.
“nggak..nggak boleh…”, Pak Angga menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan ‘gambar’ itu dari otaknya. Tak pantas baginya membayangkan muridnya yang masih sangat muda itu. Tapi, tak bisa dipungkiri, membayangkan Gita sebentar saja, batang kejantanannya menjadi tegak dan keras. Pak Angga menghembuskan nafas beberapa kali untuk ‘menenangkan’ dirinya.
“ini Gita…baju kamu basah…pakai baju bapak biar nggak sakit…”.
“mm…saya minjem payung aja deh, Pak…”.
“payung? sebentar ya…”, Pak Angga buru-buru mencari payungnya, takut ‘gambar’ itu kembali dan keadaan jadi tak terkendali.
“maaf Gita…kayaknya payung bapak rusak semua…ada 1 tapi agak macet..”.
“sini biar saya coba, Pak…”.
“eerrgghhh…”, Gita berusaha sekuat, tapi payung itu tetap tak mau terbuka.
“mm..”. Gita kebingungan, tinggal di sini, tapi risih dengan pandangan Pak Angga atau lanjut keluar, basah-basahan dengan kaos yang jadi transparan yang bisa mengundang reaksi sama dengan Pak Angga.
“Gita…kamu tunggu aja dulu di sini…”. Gita mengangguk pelan dan kembali duduk.
“ini Gita…kamu ganti baju dulu di kamar bapak…”.
“makasih, Pak…”. Gita masuk ke kamar. Dia melepas kaosnya yang basah dan melipatnya dengan rapi. Branya juga agak basah. Gita celingak celinguk lalu mengunci pintu kamar. Gita membuka pengait branya dan melepas branya. Kedua buah payudara Gita yang begitu bulat, padat, nan ranum itu langsung meloncat keluar. Tak sengaja, tali bra mengenai puting kanannya yang agak mengeras karena kedinginan. Gita merasa ada sensasi aneh menggelitik yang menjalar seketika di sekujur tubuhnya.
Gita penasaran, dia sentuhkan jari telunjuknya ke puting kirinya. Rasa aneh itu datang lagi, tapi hanya sekejap. Gita memang tahu tubuh wanita memang sensitif apalagi di daerah-daerah tertentu, tapi selama ini, Gita salah menduga, pikirnya sensitif itu menimbulkan ngilu, bukan rasa aneh yang dia rasakan saat ini. Gita menyentuh putingnya lagi, kali ini dia sedikit mengitarinya.
“mmm…”, Gita mengikuti instingnya, dia memilin-milin putingnya. Kedua tangannya kini aktif memelintir kedua putingnya sendiri. Gita yang tadi was-was, kini larut dalam ‘permainan’ barunya. Dia meremas-remas gunung kembarnya dengan lembut. Matanya tertutup, gumaman pelan keluar dari mulutnya.
“hhmm…”, Gita benar-benar meresapinya.
“ckkleek…”.
“ha?”. Gita benar-benar kaget, Pak Angga masuk ke dalam dan langsung menyergapnya, menahan kedua tangannya.
“Pak..lepasin !! lepasin !!!”, Gita meronta-ronta, tapi Pak Angga menahannya dengan kuat. Pak Angga sudah gelap mata karena dari tadi dia mengintip lewat ventilasi di atas pintu.
Tangan Pak Angga mencengkram payudara kanan Gita. Diremas-remas ‘buah’ yang masih ranum itu. Begitu padat, begitu kenyal, begitu ‘pas’ untuk digenggam dan diremas.
“tolong jangan…Pak”, pinta Gita memelas dengan nada yang mulai melemah. Gita tak bisa memungkiri, remasan Pak Angga terasa lebih nikmat daripada remasannya sendiri.
“Pak…jang…aaann…”. Gita sudah tak melawan lagi, dia membiarkan Pak Angga yang kini asik memainkan payudaranya.
Pak Angga yang memang tidak terlalu tinggi bisa menciumi tengkuk leher Gita dengan mudah. Gita pun makin terbuai dalam kenikmatan dari rangsangan Pak Angga. Nafsu Pak Angga pun semakin menggelora menghirup aroma tubuh Gita yang wangi. Gita hanya bisa berdiri dengan menyender ke Pak Angga dan membiarkan kedua buah payudaranya menjadi ‘sasaran’ empuk bagi tangan Pak Angga.
“Paakkhhh…”, lirihan Gita yang sebenarnya masih penolakan malah terdengar seperti desahan keenakan di kuping Pak Angga sehingga Pak Angga semakin bersemangat ‘memainkan’ payudara Gita.
Gita merasa selangkangannya sedikit basah. Tiba-tiba, ada benda yang mendekati daerah pribadinya. Gita melihat ke arah bawah pinggangnya, ternyata tanpa Gita sadari, Pak Angga sudah membuka kancing dan resleting celananya dan sudah menyusupkan tangannya.
“mmmhhh…”, Gita tak pernah menyangka daerah pribadinya bisa menimbulkan sensasi nikmat yang begitu hebat jika dielus-elus seperti sekarang, lebih nikmat dibandingkan tadi. Pak Angga semakin nafsu ‘merogoh’ celana dalam Gita karena desahan dan lirihan Gita dengan suaranya yang lembut begitu menggairahkan. Gita merasa ada yang ingin keluar dari alat kelaminnya, perasaan yang hampir sama saat ingin buang air kecil, tapi dorongan yang sekarang berbeda. Tak bisa ditahan.
“eeennnhhh !!!”, lenguh Gita, tubuhnya menegang, kedua pahanya merapat, menjepit tangan Pak Angga hingga terjebak di selangkangan Gita. Wajah Gita memerah, malu, tapi lega setelah ada yang keluar dari vaginanya.
Pak Angga mengeluarkan tangannya dan kini meloroti celana Gita. Gita malah bekerja sama, seperti tersihir, mengangkat kedua kakinya bergantian sehingga hanya tinggal cd berwarna pink yang sudah basah kuyup yang melekat di tubuhnya. Celana dalam Gita basah tepat di daerah tengahnya membuat isinya samar-samar terlihat oleh Pak Angga yang menjadi semakin tak sabar apa yang terbungkus di dalamnya. Pak Angga mengangkat lalu menaruh Gita di tempat tidurnya. Pak Angga menarik cd Gita perlahan, dan Gita sendiri tak berusaha sedikit pun untuk mempertahankan satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuhnya. Mata Pak Angga nanar melihat pemandangan yang indah itu. Bukit kembar Gita hanya ditumbuhi bulu-bulu halus. Bibir vaginanya masih tertutup benar-benar rapat. Tak usah dikatakan, pasti semua lelaki langsung tahu kalau vagina Gita belum pernah dijamah sama sekali bahkan oleh pemiliknya sendiri. Tanpa buang waktu, Pak Angga membuka kedua paha Gita dan langsung ‘merayap’ masuk mendekati daerah kewanitaan Gita.
“heemmhhh…”, desah Gita saat Pak Angga mulai menciumi vaginanya.
Tangan Gita secara refleks berusaha menjauhkan Pak Angga yang melakukan ‘invasi’ ke daerah pribadinya.
“mmpphhh…”, Gita mengigit bibir bawahnya merasakan sensasi yang sangat luar yang bersumber dari selangkangannya. Tak pernah terpikir oleh Gita, rasa nikmat yang amat hebat bisa ditimbulkan alat kelaminnya yang sedang diciumi dan dijilati oleh Pak Angga. Tubuh Gita berkedut-kedut setiap kali lidah Pak Angga mengenai klitorisnya. Perasaan yang sama seperti yang tadi Gita rasakan, ada yang mau meledak dari dalam tubuhnya dan ingin keluar melalui alat kelaminnya, tapi kali ini rasanya lebih mendesak dan dorongannya lebih kuat dari sebelumnya.
“eennn….NNNHHHH !!!”, lenguh Gita diiringi tubuhnya yang menegang dan kedua kakinya yang merapat.
“sssrrrppp !!!!”, bunyinya sangat keras. Meski masih terbuai dalam kenikmatan, Gita masih bisa berpikir memandangi Pak Angga yang masih ‘betah’ dan kelihatannya sedang menyeruput suatu cairan dari alat kelaminnya.
Apa Pak Angga tidak jijik menyeruput cairan dari alat kelamin gue? pikir Gita. Pak Angga menahan kedua paha Gita. Pak Angga terus menyeruput cairan vagina Gita yang melimpah ruah. Mungkin karena belum pernah dikeluarkan, cairan vagina Gita mengalir keluar seperti tanggul air yang bocor. Setelah yakin, tak ada lagi cairan vagina Gita yang tersisa untuk diminumnya, Pak Angga bangkit dan mulai menelanjangi dirinya sendiri. Gita hanya memperhatikannya dengan nafas yang tersengal-sengal. Mata Gita terbelalak melihat alat kelamin Pak Angga. Baru kali ini, Gita lihat alat kelamin pria secara langsung, biasanya dia hanya melihat di buku biologi saja. Ternyata, beda sekali dari buku biologi. Pak Angga naik ranjang lagi dan melebarkan kedua paha Gita untuk kedua kalinya.
“Paak…jangannn…”, lirih Gita memohon sebagai bentuk terakhir perlawanannya untuk menjaga kesucian tubuhnya.
Pak Angga tak mengindahkan Gita, sekarang dia hanya berpikir nikmatnya menerobos liang vagina Gita yang masih sangat rapat. Kepala penis Pak Angga pun sudah menempel dengan bibir vagina Gita. Dengan memegang pinggang Gita, Pak Angga mulai mendorong penisnya. Perlahan tapi pasti, ‘topi baja’ Pak Angga mulai mendongkrak sela-sela bibir vagina Gita. Mau tak mau, lubang vagina Gita yang masih rapat harus membuka dirinya untuk menerima benda asing yang sedang berusaha masuk.
“hhnnnnpphhh…”, wajah Gita menunjukkan kalau dia sedang menahan rasa pedih yang luar biasa. Air matanya sampai keluar sedikit. Seperti ada sesuatu yang robek saat ‘pentungan’ Pak Angga hampir 1/2nya memasuki liang vagina Gita. Kesucian tubuhnya yang selama ini terjaga dengan baik, diambil oleh Pak Angga, gurunya yang sangat ia hormati. Burung Pak Angga sudah menyesakki vagina Gita. Pak Angga diam untuk menikmati kerapatan dinding vagina Gita yang sangat luar biasa. Pak Angga merasa penisnya seperti disedot lalu dicengkram dengan sangat kuat seolah-olah vagina Gita tak memperbolehkan penis Pak Angga keluar. Benar-benar hangat dan sempit liang vagina Gita. Pak Angga mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan perlahan.
“eeennhhhh…”, Gita meringis kesakitan. Dia menggigit bibir bawahnya sendiri dengan kuat untuk menahan rasa ngilu dan pedih yang sedang ia rasakan di vaginanya. Vaginanya terasa seperti terbakar dan akan robek saja. Tak pernah Gita merasa seperti ini, bagian bawah tubuhnya terasa penuh sesak. Selang waktu berlalu, ‘gosokan’ penis Pak Angga terhadap vagina Gita semakin cepat. Ekspresi wajah Gita yang tadi terlihat menahan rasa pedih yang amat sangat, kini terlihat lebih rileks malah terlihat mulai menikmatinya.
“eemmhhh…hhmmm…”, desahan lembut mulai keluar dari mulut mungil Gita. Gita sendiri tak mengerti desahan bisa keluar dari mulutnya dan lebih membingungkan lagi, alat kelaminnya dan alat kelamin Pak Angga yang terus menerus bergesekkan yang tadinya pedih sekali, kini berubah jadi rasa nikmat yang luar biasa.
“tee…ruuuss…hhh..”, desah Gita pelan dan lembut.
Melihat ekspresi Gita dan desahannya, nafsu Pak Angga semakin meledak. Pak Angga menyodokkan penisnya kuat-kuat sampai mentok di dalam liang vagina Gita.
“akhh ! akhh !”, rintih Gita karena masih ada rasa ngilu. Tapi, lama kelamaan rasa ngilu itu sirna dan menjadi rasa nikmat yang total. Tubuh Gita mulai berkeringat karena panasnya permainan. Pak Angga langsung memagut bibir Gita yang terlihat begitu menggiurkan untuk dilumat.
“mmpphhh…mmpphhh…”, desah Gita tertahan bibir Pak Angga. Pak Angga mendekap tubuh Gita lebih erat dan tanpa sadar, Gita memeluk tubuh Pak Angga juga sehingga tubuh mereka berdua yang berpeluh keringat saling menempel erat. Tubuh sepasang wanita dan pria yang berbeda generasi saling menempel erat dan dihubungkan oleh alat kelamin mereka yang bersatu dengan sangat kokoh. Gita merasa vaginanya seperti diaduk-aduk saat Pak Angga mulai menggerakkan pinggulnya memutar. Tak beberapa lama, pelukan Gita tiba-tiba menjadi kencang dan tubuh Gita bergetar dan menegang. Tandanya, Gita sedang mendapatkan orgasmenya. Kedua insan yang sedang menikmati surga duniawi itu kini begitu kompak menyelaraskan kelamin mereka masing-masing. Padahal, tadinya adalah pemerkosaan, tapi kini Gita malah menggoyang-goyangkan pinggulnya agar ‘rudal’ Pak Angga semakin terkocok-kocok sehingga bisa merasa nikmat. Gita tak mengerti kenapa dia menggoyang-goyangkan pinggulnya sendiri seperti seorang psk yang sedang berusaha keras mencapai puncak sekaligus memuaskan sang pria. Ini benar-benar salah, dalam hati kecil Gita. Tapi, Gita tak bisa mengendalikan tubuhnya yang bergerak secara insting alamiah. Insting alami dari makhluk hidup untuk bereproduksi. Batang kejantanan Pak Angga tertancap kokoh di vagina Gita. Keluar masuk dengan irama yang berubah-ubah. Desahan-desahan terus mengalun lembut dari mulut Gita. Lama-kelamaan, suara Gita pun tak terdengar lagi, mulutnya terbuka, tapi tak keluar suara karena terlalu lemas setelah orgasme berkali-kali. Malang bagi Gita, baru pertama kali, tapi sudah berhadapan dengan Pak Angga yang memang tahan lama menyetubuhi wanita.
Pak Angga terus mengaduk-aduk vagina Gita, sangat menikmati jepitan kencang dari dinding vagina Gita. Berkali-kali orgasme membuat Gita semakin lemas. Tak lama kemudian, Pak Angga mendekap Gita. Pompaannya semakin cepat.
“EENNGGGHHH !!!”, lenguh Pak Angga sambil menekan batangnya yang kokoh itu sampai mentok. Gita merasa liang vaginanya disemprot oleh suatu cairan. Cairan yang membuat vaginanya terasa hangat sekaligus terasa nyaman. Tak nampak tanda-tanda Gita berusaha mengeluarkan penis Pak Angga dari vaginanya. Dia membiarkan Pak Angga terus menyirami rahimnya. ‘ular’ Pak Angga pun belum berhenti muntah ke dalam vagina Gita. Mungkin karena terlalu lemas, makanya Gita tidak berbuat apa-apa. Begitu semprotannya sudah mereda, Pak Angga pun ingin mencabut ‘selang’nya, tapi agak kesusahan karena vagina Gita sepertinya kian lama kian menyempit sehingga penis Pak Angga bagai terjepit dan terjebak di dalam vagina Gita.
Selang beberapa detik, penis Pak Angga pun menyusut. Pak Angga memandangi vagina Gita. Tatapan penuh kepuasan terpancar jelas dari mata Pak Angga. Dirinya merasa puas sekali, lega sekali. Mungkin lega karena telah melampiaskan nafsunya ke gadis muda yang manis itu. Tak pernah nafsunya tinggi seperti tadi. Keringatnya pun masih bercucuran akibat menggempur Gita dengan penuh semangat. Lalu tanpa bilang a, b, c, Pak Angga keluar kamar. Gita terkulai lemas di ranjang, selangkangannya terasa begitu perih dan panas, bahkan untuk merapatkan kedua pahanya saja rasanya tak sanggup. Air mata mengalir keluar dari sela-sela kedua mata Gita. Semuanya telah hancur, pikir Gita. Tak ada lagi masa depannya yang cerah. Tubuhnya telah kotor. Gita tak tahu bagaimana nasibnya nanti yang pasti tak akan sama seperti sebelumnya. Meski dalam keadaan seperti itu, Gita tak kuasa menahan kantuknya, ia pun tertidur, kelelahan. Begitu bangun, Gita langsung mengecek ‘gudang’nya. Ada bercak merah yang bercampur dengan warna putih kental di dekat lubang vaginanya dan di sprei di bawah vaginanya.
Gita pun duduk dan memeluk kedua pahanya. Aliran air mata langsung membasahi pipinya. Air matanya mengalir karena sedih bercampur putus asa sekaligus marah sedang berkecamuk di dalam hatinya, dan lebih buruk lagi, Gita tahu dia tak bisa bercerita ke siapa pun tentang hal yang baru dialaminya. Bercerita kepada ayahnya saja rasanya tidak mungkin, apalagi bercerita ke temannya atau lapor ke polisi, mengingat statusnya sebagai artis yang tentu sangat dipengaruhi oleh kabar-kabar positif atau negatif. Gita langsung memandangi dan mengelus-elus perutnya, dia benar-benar khawatir, sperma guru sialannya itu kini ada di rahimnya, sedang berusaha membuahi sel telurnya yang sebenarnya belum siap untuk menerima sperma. Gita bangkit dan mengenakan pakaiannya. Gita keluar kamar dan segera mengambil tasnya. Andai saja, rasa ingin tahunya tentang tubuhnya tidak besar, mungkin ini tak pernah terjadi, mungkin dia masih menjadi kembang perawan. Gita tak mencari keberadaan Pak Angga, dia langsung keluar rumah dan naik taksi untuk segera pulang. Sampai rumah, Gita langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya. Sejak saat itu, Gita yang tadinya periang dan selalu tersenyum kini jadi pendiam dan suka murung. Ayahnya pun menyadari perangai anaknya yang berubah, sepulang sekolah, Erwin mengajak anaknya makan di rumah.
“Gita..kamu kenapa? akhir-akhir ini..kamu lebih diem?”.
“nggak, Pah..”, jawab Gita sambil berusaha tersenyum.
“Papa tau kalo kamu lagi ada masalah..”.
“ngg…”. Ingin sekali Gita bercerita tentang kejadian yang dialaminya, tapi akibatnya bisa beruntun nantinya.
“nggak, Pah…Gita lagi berantem ama temen Gita..”, jawab Gita bohong.
“ouh..kenapa kamu bisa berantem?”.
“biasa, Pah…sesama cewek sering berantem..”.
“oh..”, Erwin pun merasa tidak perlu ikut campur dengan masalah anaknya. Hati Gita benar-benar bingung. Apakah kebohongannya itu untuk kebaikannya atau malah bisa memperburuk keadaan?.
Teman-temannya di sekolah pun menyadari perubahan sikap Gita. Gita hanya bisa berbohong dan terus berbohong sambil berusaha kembali bersikap seperti biasanya. Jika berpapasan dengan Pak Angga, Gita langsung berusaha menghindar dan menjauhinya. Hari demi hari berlalu, meski masih terekam di dalam ingatannya, lama kelamaan Gita tidak terlalu memikirkan kejadian waktu itu.
“Gita…tunggu…”.
“permisi, Pak…”, kata Gita sambil menarik tangannya yang dipegang Pak Angga.
“Gita..bapak mau bicara tentang kejadian waktu itu..”. Gita tak menjawab dan langsung pergi. Meski Gita tak mau berbicara lagi dengan Pak Angga, tapi Gita tak bisa menghilangkan bayangan kejadian waktu itu dari pikirannya. Saat-saat yang memilukan, tapi juga menyenangkan. Berbicara dengan Pak Angga kemarin membangkitkan memori saat itu. Gita bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri di depan cermin besarnya. Cermin besar yang biasa dia gunakan untuk mengecek penampilannya, berlatih menyanyi, dan menaikkan rasa percaya dirinya sebelum mengisi sebuah acara. Tiba-tiba Gita melepaskan pakaiannya sendiri tanpa ragu-ragu. Gita berdiri di depan cermin, tubuhnya yang tak tertutup apa-apa terpampang jelas di cermin besar itu. Kedua tangan Gita menampung payudaranya sendiri dan melihat ke daerah segitiganya. Gita tak pernah menduga, daerah pribadinya itu sekarang sudah tidak ‘bersih’ lagi. Benda tumpul telah merusak kesuciannya. Tiba-tiba, Gita teringat kejadian waktu itu. Saat penis Pak Angga menyeruak masuk ke dalam vaginanya. Ada rasa gatal terasa di sekujur tubuh Gita. Apalagi vaginanya, seperti mengundang untuk digaruk. Gita menggaruk di sekitar vaginanya, tapi sumber gatal itu seperti tak kena, malah agak terasa perih. Saat jarinya tak sengaja menyentuh bibir vaginanya, barulah Gita merasa garukannya mengenai targetnya. Tapi, Gita tak berani menggaruknya, takut melukai bagian vitalnya. Gita mengelus-elus bibir vaginanya. Benar saja, rasa gatal itu seketika hilang. Dan rasa nikmat pun menggantikannya.
“hhmm…”, mata Gita terpejam dan melirih pelan.
Seketika tangannya berhenti, rasa gatal itu muncul kembali sehingga Gita pun tak kuasa menghentikan gerakan tangannya untuk terus mengelus-elus daerah sensitifnya itu. Gita agak kaget saat merasa ada aliran listrik yang menjalar di sekujur tubuhnya saat jarinya menyentuh sesuatu.
Gita membuka matanya dan melihat ke arah selangkangannya sendiri. Ada tonjolan daging agak merah muda. Gita ingat, waktu itu Pak Angga senang sekali memainkan bagian tubuhnya yang ini. Gita pun menyentuh bagian itu berkali-kali. Setiap disentuh, tubuhnya seperti dikejut listrik. Usai menentukan bagian itu tak berbahaya jika tersentuh, Gita pun mulai mengusap-usapnya.
“eemmhhh…”, desahan lembut mengalun merdu dari mulut Gita.
Tanpa berpikir, tangan kiri Gita mengelus-elus bibir vaginanya dan tangan kanannya terus memainkan ‘tombol’nya. Rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi. Gita tak bisa berpikir lagi, sedang apa dirinya, dimana dia, bahkan tak ingat siapa namanya karena dikuasai rasa nikmat yang tiada tara.
“oohhh !! ooohhh !!!”, nafsu Gita terasa semakin memuncak, seperti akan mendapatkan sesuatu.
“NNNGGHHHH !!”, lenguh Gita dengan kepala mendongak ke atas dan tubuh yang menegang. Kedua pahanya merapat menjepit tangan kirinya sendiri.
“hhh..hh…”, Gita berpegangan pada tembok dengan tangan kanannya. Dengan susah payah, akhirnya Gita bisa menyender ke tembok tapi merosot dan akhirnya ia terduduk.
“hhh…hhh…”, nafas Gita masih belum teratur sementara cairan vaginanya masih mengalir dari sumbernya karena vagina Gita memang masih ‘kaya’ dengan cairan sehingga tak heran cairannya masih mengalir bagai sungai. Gita memandangi tangan kirinya yang sedikit terkena cairan vaginanya.
“Gita !! ayo siap-siap !! sebentar lagi kamu show !!!”.
“iyaa…hhh…Paaahhh…”, jawab Gita sebisanya. Gita pun berdiri dan merembet ke tembok menuju kamar mandi untuk bersiap menuju shownya. Semenjak hari itu, Gita jadi sering menghabiskan waktunya di kamar.
Gita yang tak pernah kenal dengan kenikmatan duniawi sebelumnya, kini jadi kecanduan ‘bereksperimen’ dengan alat kelaminnya itu. Gita ketagihan dengan sensasi nikmat yang ia rasakan, apalagi rasa lega setelah tubuhnya mengejang karena tubuhnya terasa begitu ringan saat itu. Semakin hari, semakin tak terkendali. Setiap 2 jam sekali, tangan Gita rasanya gatal ingin menyentuh daerah pribadinya, dan anehnya Gita tak bisa mengendalikan keinginannya. Gita semakin kerepotan, di sekolah dia harus izin ke toilet setiap 2 jam sekali untuk menghilangkan rasa ‘gatal’nya. Di show pun, dia harus melepaskan rasa itu sebelum naik panggung.
“Gita…”.
“Pak Angga?”.
“Gita…bapak mau minta maaf…bapak bakal tanggung jawab…tolong Gita..jangan lapor polisi…”. Gita langsung berpikir, mungkin Pak Angga bisa membantunya menyembuhkan ‘penyakit’nya, lagipula kejadian itu telah berlalu, meski tidak memaafkan Pak Angga, toh keperawanannya tak kan kembali.
“mm..Pak…bisa bicara di tempat lain?”.
“oh…ayo Gita..kita ngomong di tempat lain…”.
Mereka masuk ke dalam mobil Pak Angga. Mereka berdua berbicara dari hati ke hati sambil menuju ke rumah Pak Angga. Pak Angga sama sekali tak menduga, Gita mau menerima permintaan maafnya. Malah Gita bertanya-tanya kenapa Pak Angga bisa sampai memperkosanya. Pak Angga benar-benar bingung dengan jalan pikiran Gita. Saat sedang mengobrol, Pak Angga menyadari sepertinya Gita kepanasan.
“kamu kenapa, Gita?”.
“ng..nggak..Pak..”, posisi duduk Gita mulai terasa tak nyaman. Gita gelisah ke sana kemari seperti orang ambeien. Gita menggigit bibir bawahnya, menahan keinginannya. Masih ada rasa malu untuk menyelipkan tangannya ke dalam cdnya sendiri untuk ‘menggaruk’ vaginanya mengingat ada Pak Angga. Tapi, tentu Gita belum bisa menahannya sehingga tanpa sadar tangannya mulai ‘menyusup’.
“itu kamu gatel ya, Git?”.
“hm..emhh..”.
“sini..biar bapak bantu…”. Tanpa menunggu respon Gita, Pak Angga langsung menyelipkan tangannya ke dalam rok abu-abu Gita.
Sebenarnya Gita ingin mengeluarkan tangan Pak Angga, tapi daerah sensitifnya keburu tersentuh Pak Angga.
“aahh…”. Jari tengah Pak Angga sudah bergerak naik-turun di belahan bibir vagina Gita. Mengelus-elus pangkal paha Gita yang memang sudah terasa ‘panas’ bagi Gita. Gita mengeluarkan tangannya sendiri seolah-olah Gita memberikan keleluasaan bagi Pak Angga. Pak Angga pun tersenyum, nafsunya semakin tinggi untuk ‘merogoh-rogoh’ ke dalam rok Gita.
“aahhh…uummhhh…”, tubuh Gita semakin panas dan tanpa sadar Gita melebarkan sendiri kedua pahanya.
“eemmmhhh !!!”, desah Gita saat merasa ada suatu benda sedang ‘mengebor’ kemaluannya. Kebetulan jalan yang dilalui mereka memang sepi dan hanya jalan lurus sehingga Pak Angga pun mengendarai mobil dengan kecepatan yang konstan agar tak perlu mengganti gigi mobil dan tentu tangannya jadi tak perlu keluar dari dalam cd Gita. Pak Angga lihai mengobok-obok vagina Gita sampai ekspresi wajah Gita menunjukkan kalau dia sedang merasakan kenikmatan dari gerakan jari Pak Angga yang terus ‘mengobel-ngobel’ lubang vaginanya. Ac mobil yang dingin sama sekali tak terasa Gita, tubuhnya terlalu panas terbakar api birahinya sendiri.
“enak ya, Git?”, leceh Pak Angga.
“mmm…”, wajah Gita memerah.
“HHNNHHH !!!”, Pak Angga pun merasa tangannya terkena cairan yang sangat hangat. Pak Angga mengeluarkan tangannya setelah rasanya sudah tak ‘diguyur’ lagi. Gita memandangi Pak Angga yang sedang asik mengulumi tangannya sendiri. Pak Angga menatap mata Gita yang sayup-sayup menatapnya. Wajah Gita merah sekaligus wajah seseorang yang kecape’an.
“Paaakhhh…”, eluh Gita saat Pak Angga menyelipkan tangannya lagi. Gita pun pasrah, terlalu lemas untuk mengeluarkan tangan Pak Angga yang sedang menjamah daerah pribadinya lagi. Gita hanya bisa merapatkan kedua pahanya, tapi sepertinya tak membuat Pak Angga berhenti. Pak Angga terus semangat merogoh celana dalam muridnya yang manis itu agar ‘kesadaran’nya tak kembali sehingga Gita bisa dibawa ke tempat yang diinginkan Pak Angga.
Pak Angga keluar mobil dan langsung menggendong Gita ke dalam kamar begitu sampai di rumahnya (rumah Pak Angga). Pak Angga menaruh Gita di ranjangnya. Tanpa buang-buang waktu, Pak Angga langsung menelanjangi Gita. Pak Angga tak menyangka dia bisa mendapatkan kesempatan lagi untuk melihat tubuh indah nan montok Gita tanpa terhalang seragam SMUnya. Gita hanya terkulai pasrah di ranjang Pak Angga dengan kakinya yang agak menggantung di pinggir ranjang. Terlalu lemas untuk bergerak, setelah 2x orgasme di perjalanan tadi. Lagipula, otak Gita malah menginginkan Pak Angga untuk cepat-cepat menjamahnya. Pak Angga mulai melucuti pakaiannya sendiri. Pemandangan yang terekam baik dalam ingatan Gita pun akhirnya menjadi kenyataan. Batang tumpul dengan warna merah muda di ujungnya serta urat-urat yang menghiasi batang itu kini berada di hadapan Gita lagi. Nafsu Pak Angga benar-benar memuncak, pandangan matanya tak pernah pindah dari daerah kewanitaan Gita. ‘celah’ itu benar-benar mengundang nafsu Pak Angga sampai ke tingkat maksimal. Meski Pak Angga sudah pernah melihatnya, tapi nafsu Pak Angga malah menjadi 2x lipat karena Pak Angga ingat betapa nikmatnya liang kewanitaan Gita yang benar-benar rapat, kesat, dan wangi. Pak Angga jongkok dan melebarkan kedua paha Gita. Aroma kewanitaan Gita langsung memenuhi hidung Pak Angga. Meski sudah sangat bernafsu, Pak Angga malah dengan sabar mengelus-elus pangkal paha Gita dan beberapa kali menyibak bibir vagina Gita untuk melihat bagian dalam liang vagina Gita. Pak Angga seperti dokter kelamin yang sedang memeriksa alat vital Gita untuk menentukan masih bagus atau tidak.
“ccpphh…ccpphh…”. Pak Angga melancarkan kecupan berkali-kali di sekitar daerah kewanitaan Gita.
“hmmm…”. Tubuh Gita bergetar saat lidah Pak Angga menjalari kedua pangkal pahanya. Pak Angga kelihatan asik sekali melakukan slow foreplay dengan menciumi dari lutut, paha, sampai ke pangkal paha Gita lagi. Sepertinya, Pak Angga ingin merangsang Gita dengan perlahan, atau lebih tepatnya ‘menyiksa’ Gita perlahan. Dua jari Pak Angga menahan bibir vagina Gita agar tetap terbuka, sementara lidah Pak Angga sudah menyelip masuk dan menggelitiki rongga bagian dalam dari vagina Gita.
“aaahhhh…ooohhh..oohhh…”, Gita menjambak rambut Pak Angga dan merapatkan kedua pahanya.
Rasa nikmat itu menguasai pikiran Gita. Pak Angga pun melahap vagina Gita dengan sangat rakus sambil terus memainkan klitoris Gita. Tubuh Gita berkedut-kedut, desahan-desahan keluar dari mulut Gita, dan keringat pun semakin bercucuran dari tubuh Gita.
“srrruuppphhh !!”, bunyi seruputan berkali-kali terdengar. Usai menghilangkan ‘dahaga’nya, Pak Angga pun berdiri dan mengangkat tubuh Gita lebih naik ke atas ranjang. Pak Angga menindih tubuh mungil Gita.
“hmmpphhh..”. Bibir tipis Gita langsung dilumat dan diemut-emut habis-habisan oleh Pak Angga. Sementara tangan kiri Pak Angga asik meremasi payudara Gita yang sangat ranum itu. Pak Angga menyudahi cumbuannya ke bibir Gita, dan mulai menurun.
Leher Gita menjadi target Pak Angga selanjutnya. Nafsu Pak Angga semakin menjadi-jadi setelah menghirup aroma tubuh Gita. Tiada yang lebih menggairahkan daripada aroma tubuh seorang wanita yang sedang dilanda hawa nafsu karena aromanya begitu eksotis dan begitu sensual, mungkin seperti hormon pheromone yang terkenal sangat baik dalam memancing nafsu para ‘pejantan’. Ciuman, cupangan, jilatan, dan gigitan-gigitan kecil mendarat di kedua buah payudara Gita. Dan terakhir, perut Gita yang rata pun tak luput dari ‘perhatian’ Pak Angga. Pak Angga bertumpu pada lututnya sambil melebarkan kedua kaki Gita. Pak Angga sengaja menggesek-gesekkan ‘senjata’nya itu ke belahan bibir vagina Gita berkali-kali.
“masukk…kkiiinnhh…”, pinta Gita seperti orang yang frustasi.
“udah gak sabar ya kamu? hehe..”.
Wajah Gita memerah mendengar perkataan Pak Angga barusan. Dia sendiri tak mengerti, kenapa dia bisa berbicara seperti itu. Tapi, yang jelas tubuhnya sangat menginginkan benda tumpul itu masuk ke dalam. Pak Angga mendorong perlahan, kepala penisnya mulai menyelip masuk ke dalam celah sempit Gita. Batang besar Pak Angga pun menyusul di belakang kepalanya. Mendongkrak sela-sela bibir vagina Gita agar menyesuaikan dengan diameternya.
“eemm..eeemm..”, rasa menggelitik dirasakan Gita saat urat-urat yang menghiasi sekujur batang Pak Angga bergesekkan dengan dinding vaginanya.
“mm..enak gak Git? ha? enak gak?”, goda Pak Angga sambil mulai menarik lalu mendorong penisnya secara perlahan.
“mmhh…”, tentu Gita tak menjawab. Dia terlalu berfokus pada sensasi nikmat yang sedang terasa di selangkangannya. Ternyata ‘rasa’ yang diidam-idamkan alam bawah sadar Gita selama ini adalah rasa penuh di liang vaginanya. Rasa penuh terisi benda tumpul seperti yang sekarang sedang ia rasakan. Kedua insan manusia itu mulai seirama. Tubuh mereka bergerak dengan irama yang serasi. Kaki Gita melingkar di pinggang Pak Angga bagai ular phyton yang sedang melilit tubuh mangsanya.
“aahhh…Paakkhhh…”.
Pak Angga tidak mengindahkan tubuh Gita yang mengejang. Dia terus mengkilik-kilik vagina Gita dengan penisnya. Gita menarik Pak Angga ke pelukannya dan mendekapnya dengan kencang. Gita tak bisa mengontrol tubuhnya lagi, nikmatnya benar-benar tiada bandingannya. Keduanya begitu menikmati persetubuhan ini, desahan-desahan Gita di kuping Pak Angga menyemangatinya. Pak Angga tak melepaskan pelukannya karena tubuh Gita benar-benar empuk dan hangat, enak sekali untuk dipeluk. Gita pun tak melepaskan pelukannya.
“dikid lagi..hhh..”, Pak Angga mempercepat ritme genjotannya. Tak ada suara yang keluar dari mulut Gita, tapi wajahnya menunjukkan kenikmatan luar biasa yang sedang dirasakannya.
“GIITAAA !!”. Pak Angga menusukkan ‘senjata’nya sedalam-dalamnya.
“nnhhh…”. Tubuh keduanya sama-sama menegang, keduanya sama-sama sedang mendapatkan orgasmenya. Rahim Gita pun terasa hangat dan serasa disembur-sembur. Pak Angga pun merasa penisnya terendam cairan yang hangat.
“bapak sayang kamu, Git..”.
Mereka berdua berciuman dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Kedua kelamin mereka juga masih bersatu dalam kehangatan karena cairan mereka. Pak Angga mencabut penisnya dan tidur di sebelah Gita. Gita hanya diam sambil mengatur nafasnya dan perlahan-lahan merapatkan kedua kakinya.
Pak Angga mengelus-elus kepala Gita. Dia merasa sedikit bersalah karena telah menyetubuhi muridnya sendiri, namun tak dapat dipungkiri, nikmat sekali merasakan tubuh ranum Gita yang montok itu. Tiba-tiba, tak disangka-sangka, Gita memiringkan tubuhnya dan memeluk Pak Angga. Awalnya, Pak Angga kaget, tapi lalu dia tersenyum dan merangkul Gita. Gita merasa aman dan nyaman di pelukan Gita, ditambah rasa lelah yang dirasakannya sehingga tanpa sadar Gita pun tertidur.
“maaf ya Gita..”, kata Pak Angga sambil mencium ubun-ubun Gita.
“hm?”. Gita terbangun karena mendengar suara hpnya. Pak Angga turun dari tempat tidur dan mengambil hp Gita yang ada di kantong hem seragam Gita.
“halo?”.
“halo, Gita..”.
“ada apa, Pah?”.
“Papa mau ngasih tau..hari ini Papa mau berangkat ke Australi..ada job disana..”.
“terus Papa pulangnya kapan?”.
“mungkin 1 minggu lagi..Papa baru pulang..”.
“terus Mbok Ira gimana?”.
“Mbok Ira lagi jenguk ibunya di kampung..jadi kamu di rumah sendirian…gak apa-apa kan?”.
“oh yaudah kalo gitu..Papa di sana hati-hati ya..”.
“iya..kamu juga hati-hati jaga rumah sendirian..”.
“iya..iya..daahh..”.
“siapa Git?”.
“ayah saya, Pak..”.
“kenapa?”.
“ayah saya pergi ke Australi..”.
“terus kamu di rumah sendiri?”.
“iya..sampe 1 minggu…”.
“kalo gitu..kamu nginep aja di sini…”, kata Pak Angga langsung menindih dan mencumbui leher Gita.
“Paakhh..jaangaanhh..”, lirih Gita dengan nada manja.
Gita tak bisa menolak serbuan Pak Angga sehingga persetubuhan pun tak bisa dihindari. Pak Angga tak menyia-nyiakan Gita. Jika sudah kuat kembali, dia langsung menggempur Gita. Gita kewalahan dengan nafsu Pak Angga yang sepertinya tak ada habisnya. Pak Angga benar-benar senang sekali ada Gita di rumahnya, dia bisa melampiaskan nafsunya yang selama ini terpendam. Dan kebetulan besok adalah hari minggu sehingga Gita pun harus melayani Pak Angga sampai esok hari. Dua hari menerima keperkasaan Pak Angga membuat Gita jadi pasrah, manja, dan tidak canggung lagi kepada Pak Angga. Pak Angga senang sekali menabur benih-benihnya di rahim Gita yang subur. Gita sebenarnya takut sekali akan hamil, tapi Gita jadi agak lega karena Pak Angga bilang kalau dirinya terbukti 100% mandul.
“Pak..Gita mau pulang..besok Gita kan sekolah..”, ujar Gita sambil kegelian karena tengkuk lehernya sedang diciumi Pak Angga.
“gimana kalo kamu nginep aja di sini sampai ayah kamu pulang? daripada kamu sendirian di rumah..hehe..”.
“nng…”.
“bapak anter kamu pulang dulu deh..biar kamu ambil seragam ‘n buku kamu..”.
“aku mauu tapi maluu…”, lagu itu tepat menggambarkan perasaan Gita sekarang.
“kalo diem aja berarti mau..ayo kamu pake seragam kamu dulu…”.
Muka Gita kembali memerah. Setelah berpakaian, mereka berdua menuju rumah Gita. Pak Angga geleng-geleng kepala melihat Gita yang sudah kembali berdandan. Manis sekali, sedap untuk dipandang. Gita dan Pak Angga kembali lagi ke rumah Pak Angga. Sejak saat itu, Gita hampir tak bisa menolak keinginan Pak Angga. Dan nasib Pak Angga memang beruntung, ayah Gita semakin sibuk di luar kota maupun luar negeri sehingga Pak Angga semakin leluasa meminta jatah ke Gita. Rahasia itu tertutup dengan sangat rapi, tak ada yang tahu rahasia mereka.
“Gita cepet..abis ini giliran kamu..”. Gita yang baru datang diantar Pak Angga langsung naik panggung. Gita hampir terlambat karena tadi dia habis ‘berlaga’ dengan Pak Angga. Saking buru-burunya, Gita sampai lupa memakai celana dalam dan celana pendeknya. Gita mulai bernyanyi dan bergoyang-goyang serta berjingkrak-jingkrak. Gita sama sekali tak menyadari kalau sperma Pak Angga yang tadi menggenangi rahimnya jadi ‘bocor’. Ada beberapa tetes yang keluar dan ada yang mengalir ke kakinya. Seorang fans yang memang iseng memotret ke dalam rok Gita pun tersenyum saat melihat hasil potretannya. Orang itu hanya berharap dapat melihat foto celana dalam Gita, tapi malah dapat foto vagina Gita yang belepotan sperma. Tentu foto berharga itu akan digunakan sebaik-baiknya oleh orang itu
Helena, ada apa denganmu?
Berawal sejak sekitar enam bulan yang lalu, saat secara tidak sengaja Helena, saat ini 30 tahun, berkenalan dengan Dewi, wanita berusia sekitar 45 tahunan di satu Mall di Jakarta Utara. Sejak itu Helena sering diajak berkumpul dengan teman-teman Dewi di satu apartemen di Jakarta Utara pula entah untuk arisan, senam, atau untuk sekedar mengobrol.
Helena mengira bahwa group tersebut adalah perkumpulan biasa dari para ibu kelas atas yang dilakukan sekedar untuk mengisi waktu. Mereka berjumlah sekitar 7 orang, rata-rata berumur 45 sampai 50 tahunan. Sampai pada suatu hari..
"Eh, Helena.. Nanti siang kita akan kedatangan tamu istimewa", kata Dewi.
"Tamu istimewa apa? Siapa?", kata Helena polos.
"Kamu lihat saja nanti, kamu pasti suka..", kata Ratna, orang yang dianggap ketua dari group tersebut.
"Apalagi kamu selalu berpakaian seksi begitu..", kata Dewi sambil menatap penampilanku dari atas sampai bawah.
Saat itu, sesuai dengan tingkat kehidupan Helena yang dari kalangan atas, penampilan Helena selalu seksi dan glamour. Dengan memakai baju terusan katun sebatas paha, 20 cm di atas lutut hingga membuat Helena tampak seksi menggairahkan.
"Nah itu dia datang!", teriak Ratna ketika mendengar bel di pintu berbunyi. Ratna segera bergegas membuka pintu apartemen dan mempersilakan tamunya masuk.
"Hallo semua.. Saya datang tepat waktu kan? Tepat jam 11.00..", kata Ronny, lelaki itu, sambil melihat arlojinya.
"Tenang saja, Pak Ronny.. Anda datang kapan pun, kita selalu welcome..", kata Dewi sambil tertawa dan melirik Helena.
"O iya, Pak.. Kenalkan ini Helena..", kata Dewi memperkenalkan Helena.
"O ini Helena..?", kata Ronny sepertinya sudah tidak asing mendengar nama Helena.
"Ya, saya Helena", kata Helena sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Saya Ronny. Anda sangat cantik sekali..", kata Ronny sambil menyambut tangan Helena.
"Terima kasih..", kata Helena sambil tersenyum lalu segera melepaskan tangannya dari genggaman Ronny yang sangat erat.
"Hei! Jangan pada berdiri. Mari sini Pak, sudah saya sediakan semua..", kata Ratna sambil tersenyum kepada Ronny, pria dandy yang berusia sekitar 50 tahun itu.
Mereka segera berpindah ke ruangan lain dimana Helena bisa melihat bahwa di meja sudah tersedia beberapa botol minuman keras serta beberapa bungkus kecil benda berbentuk bubuk putih beserta alat hisap serta sebuah jarum suntik.
"Naahh! Ini baru asyik!", kata Ronny senang.
"Ayo kita have fun!", ajak Ronny.
"Ayo!", kata Ratna.
Akhirnya Ronny, Dewi dan Ratna duduk bersama dan segera menikmati semua yang telah tersedia. Sementara Helena karena merasa tidak terbiasa, segera pamit ke ruangan lain dan menonton televisi. Terdengar oleh Helena sesekali mereka menyebut-nyebut namanya, entah membicarakan apa karena tidak jelas.
"Helena sayang, bisa minta tolong ambilin kue di kulkas nggak?", terdengar suara Dewi meminta bantuan.
"Iya, sebentar aku ambilkan!", teriak Helena sambil bangkit lalu pergi menuju dapur. Helena segera membuka kulkas lalu mengeluarkan kue untuk dipotong-potong. Helena tak mengetahui kalau Ronny sudah berada di belakangnya.
"Tubuh anda mulus sekali..", bisik Ronny sambil meraba punggung Helena yang terbuka.
"Ya Tuhan! Anda bikin kaget saya saja..", teriak Helena. Ngapain sih ini orang? Kurang ajar amat!, umpat Helena dalam hati.
"Tak sangka anda begitu montok dan menggairahkan walau sudah punya anak..", kata Ronny lagi sambil meremas pantat Helena. Bahkan tangannya berani menelusuri lekukan belahan pantat Helena.
"Hei! Anda jangan kurang ajar begini! Saya tidak suka!", bentak Helena lalu pergi meninggalkan Ronny. Ronny hanya tersenyum..
"Kurang ajar tuh orang!!", teriak Helena sambil cemberut.
"Kenapa sih, Helena?", kata Dewi sambil tersenyum.
"Gila tuh orang! Pegang-pegang tubuh, remas-remas pantat otang seenaknya?", kata Helena.
"Yee, harusnya kamu bangga dong.. Artinya kamu sangat menarik loh..", kata Dewi lagi sambil menuang minuman ke gelas.
"Nih, minum dulu biar agak enakan..", kata Dewi sambil menyodorkan gelas itu ke Helena.
"Sebel aku dengan orang itu..", kata Helena sambil meneguk minuman tersebut.
"Sudahlah, sayang.. Biarkan saja dia..", kata Dewi sambil menambahkan minuman ke gelas Helena.
Helena kembali meneguk minumannya sampai habis, lalu bangkit dan segera menuju kamar dengan maksud memisahkan diri dari mereka. Tapi setibanya di kamar, Helena merasakan tubuhnya dingin dan penglihatannya kabur. Badannya limbung. Helena heran karena tidak mungkin dia mabuk dengan minum beralkohol sejumlah yang dia minum tadi. Helena segera keluar dan menuju ruang tamu dengan niat akan berpamitan pulang karena merasa tidak enak badan.
"Aku mau pulang, Wi..", kata Helena dengan tubuh berdiri limbung.
"Mau kemana, sayang.. Di sini aja dulu..", kata Ratna sambil menarik tangan Helena hingga terduduk diapit tubuh Ratna dan Ronny.
"Lagian barusan Pak Ronny mengajukan tawaran bisnis yang banyak menguntungkan buat kita..", kata Ratna lalu dengan panjang lebar menceritakan tawaran bisnis yang menggoda iman Helena.
"Gimana sayang? Kamu mau ikut?", tanya Ratna.
"Kalau begitu sih aku ikut..", kata Helena dengan mata sayu.
"Well done.. Kalau begitu kita rayakan deal bisnis kita..", kata Ronny sambil merangkul dan menyodorkan gelas minuman kecil kepada Helena.
Helena mengambil dan meneguknya sebagai rasa penghormatan. Rasanya manis sedikit asam.
"Aduh, kenapa aku jadi tidak enak badan begini?", kata Helena tak lama berselang.
"Aku ke dapur dulu..", kata Helena lalu bangkit dan berjalan sempoyongan menuju dapur untuk minum air putih.
"Hei!!", jerit Helena ketika dia merasakan ada tangan yang mendekapnya dari belakang.
"Lepaskan aku..", suara Helena lemah.
"Tenang saja sayang.. Nikmati yang ada..", terdengar suara Ronny sambil menciumi pundak dan tengkuk Helena, sementara tangannya meremas buah dada Helena. Terasa oleh Helena celana bagian depan Ronny sudah menggembung keras mendesak-desak pantatnya.
"Ohh.. Lepass.. kann..", jerit Helena lirih sembari agak berontak untuk melepaskan remasan tangan Ronny pada buah dada dan pantatnya. Akibat pemberontakan tersebut tak sengaja tangan Ronny menyentuh dan menarik tali baju Helena hingga terlepas merosot ke lantai.
"Sudahlah sayang.. Nikmati saja surga dunia ini..", terdengar suara Dewi, kemudian tertawa ketika melihat kondisi Helena. Ratna juga ikut mentertawakan sambil memegang kamera digital, sesekali Ratna mengambil gambar Helena dan Ronny.
"Aku mau pull.. pullangg..", jerit Helena sambil berusaha lari ke kamar dalam keadaan setengah telanjang sempoyongan.
Tapi di tengah ruangan tubuhnya ambruk ke lantai. Ronny dan Dewi segera memapah tubuh Helena ke kamar dan dibaringkannya di ranjang. Dewi dan Ratna segera menjauh dari ranjang, sedangkan Ronny dengan bernafsu melepas semua pakaian dalam Helena, lalu kemudian melepas semua pakaiannya sendiri.
"Ohh.. Jangaann..", jerit lirih Helena ketika mulut dan lidah Ronny menciumi dan menjilati buah dada seta puting susunya. Sementara tangan Ronny turun meraba dan menggosok-gosok memek Helena.
"Ohh.. Le.. Le.. Lepasskann..", desah Helena ingin berontak di sela-sela kenikmatan yang mulai dirasakannya.
"Ooww.. Ohh..", desah Helena keras ketika mulut Ronny turun ke perut lalu dengan liar lidahnya menjilati belahan memek Helena. Entah karena pengaruh minuman yang diminum, entah karena libido Helena yang terbilang tinggi, perasaan ingin berontak yang tadi ada lama-lama hilang diganti dengan kenikmatan atas perlakuan Ronny atas dirinya.
"Ohh.. Ohh.. Oohh!", tubuh Helena berguncang keras ketika terasa ada cairan hangat yang menyembur di dalam memeknya disertai rasa nikmat yang luar biasa seiring jilatan lidah Ronny pada kelentitnya yang liar.
"Nikmat sayang?", tanya Ronny sambil bangkit berdiri lalu menindih tubuh Helena.
Helena sudah tidak mampu menjawab pertanyaan Ronny karena pikiran dan perasaannya telah penuh dipengaruhi alkohol yang diminumnya. Yang dirasakan Helena adalah rasa melayang dan gairah yang menggebu untuk bersetubuh. Sekilas mata Helena melihat Dewi dan Ratna berdiri tak jauh dari ranjang sambil tertawa dan memotret dirinya serta Ronny.
"Oww.. Enak sekali sayang..", desah Helena antara sadar dan tidak ketika terasa kontol Ronny yang tegang dan tegak telah keluar masuk memeknya.
"Kamu sudah punya anak tapi jepitan memekmu enak sekali..", kata Ronny dengan nada berat seiring pompaan kontolnya di memek Helena.
Entah sudah berapa lama kali Helena berganti posisi dan entah sudah berapa kali pula Helena mendapatkan orgasme. Helena sudah tidak ingat sama sekali. Yang terasa olehnya hanya rasa nikmat disetubuhi Ronny.
"Ohh..! Mmhh..!", hanya desahan demi desahan yang keluar dari mulut Helena beserta geliat tubuhnya ketika menikmati rasa yang teramat nikmat seiring keluar masuknya kontol Ronny di memeknya.
"Ohh! Fuck you girl! Fuck you!", kata Ronny sembari mempercepat pompaan kontolnya ketika sudah terasa sesuatu yang mendesak akan keluar dari kontolnya.
"Ohh..!!", suara Ronny terdengar berat.
Setelah mempercepat gerakan kontolnya, dengan cepat pula Ronny mencabut kontolnya dari memek Helena lalu dikangkanginya wajah Helena. Crott! Croott! Croott! Air mani Ronny tumpah menyembur banyak di wajah Helena yang terpejam antara sadar dan tidak.
"Mm..", hanya suara itu yang keluar dari mulut Helena, lalu tertidur kelelahan.
Malamnya sekitar jam 19.00 Helena terbangun dalam kondisi tubuh telanjang. Tercium aroma khas sperma di ruangan itu. Di lantai terlihat satu kondom bekas pakai yang telah penuh dengan air mani. Juga terdapat bekas pembungkus Viagra di dekatnya.
"Ya Tuhan.. Apa yang terjadi padaku?", batin Helena sambil meraba wajahnya yang banyak ditumpahi air mani yang hampir kering, juga di perut dan di sekitar memeknya banyak terdapat bekas cipratan air mani yang telah mengering..
"Sudah bangun kamu?", terdengar suara Dewi mengagetkan Helena.
"Apa yang terjadi padaku, Wi..?", tanya Helena lemah sambil bangkit dan duduk di pinggir ranjang.
"Kamu ternyata hypersex juga, sayang..", kata Dewi sambil duduk di samping tubuh telanjang Helena.
"Kamu kuat melayani Ronny sampai beberapa ronde, beberapa jam non stop..", kata Dewi lagi.
"Udah bangun, Helena?", tanya Ratna yang baru masuk kamar.
"Welcome to the club, honey..", kata Ratna sambil tersenyum penuh arti kepada Helena.
"Apa?", tanya Helena.
"Ini tadi uang yang diberikan Ronny buat kamu..", kata Ratna sambil melemparkan segepok uang ke pangkuan Helena yang masih telanjang.
"Itu empat juta setengah.. Buat kamu..", kata Ratna.
"Aku.. Aku tidak mau.. Aku bukan pelacur!", kata Helena sambil menatap Ratna.
"Terima saja sayang.. Dan mulai sekarang kamu harus menuruti perintah kami untuk melayani laki-laki yang kami tunjuk..", kata Ratna tegas.
"Kenapa?!", tanya Helena dengan hati berdebar.
"Karena semua sudah aku rekam..", kata Ratna sambil memperlihatkan kamera digital.
"Kalau kamu menolak, maka foto-fotomu akan sampai ke tangan suamimu..", kata Ratna tegas.
"Ya Tuhan..", Helena langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Sudahlah sayang.. Lagian nanti kamu juga akan mendapat komisi kok..", kata Dewi sambil mengusap rambut Helena.
"Ratna, aku minta berikan chip foto-fotoku itu.. Please..", kata Helena memelas.
"Tidak! Ini adalah hidupmu. Aku telah memegang hidupmu..", kata Ratna tegas.
"Aku bayar berapa pun kamu mau, asal kemarikan chip itu..", kata Helena sambil bangkit mau merebut kamera di tangan Ratna. Tapi Ratna cepat menghindar.
Helena kemudian menangis sejadi-jadinya. Sejak saat itu Helena menjadi sapi perahan group tersebut dalam menjalankan bisnis mereka. Dengan terpaksa Helena harus menjadi escort lady, walau tentu saja Helena juga mendapatkan imbalan atas jasa kenikmatan yang di berikannya.
TAMAT
Helena mengira bahwa group tersebut adalah perkumpulan biasa dari para ibu kelas atas yang dilakukan sekedar untuk mengisi waktu. Mereka berjumlah sekitar 7 orang, rata-rata berumur 45 sampai 50 tahunan. Sampai pada suatu hari..
"Eh, Helena.. Nanti siang kita akan kedatangan tamu istimewa", kata Dewi.
"Tamu istimewa apa? Siapa?", kata Helena polos.
"Kamu lihat saja nanti, kamu pasti suka..", kata Ratna, orang yang dianggap ketua dari group tersebut.
"Apalagi kamu selalu berpakaian seksi begitu..", kata Dewi sambil menatap penampilanku dari atas sampai bawah.
Saat itu, sesuai dengan tingkat kehidupan Helena yang dari kalangan atas, penampilan Helena selalu seksi dan glamour. Dengan memakai baju terusan katun sebatas paha, 20 cm di atas lutut hingga membuat Helena tampak seksi menggairahkan.
"Nah itu dia datang!", teriak Ratna ketika mendengar bel di pintu berbunyi. Ratna segera bergegas membuka pintu apartemen dan mempersilakan tamunya masuk.
"Hallo semua.. Saya datang tepat waktu kan? Tepat jam 11.00..", kata Ronny, lelaki itu, sambil melihat arlojinya.
"Tenang saja, Pak Ronny.. Anda datang kapan pun, kita selalu welcome..", kata Dewi sambil tertawa dan melirik Helena.
"O iya, Pak.. Kenalkan ini Helena..", kata Dewi memperkenalkan Helena.
"O ini Helena..?", kata Ronny sepertinya sudah tidak asing mendengar nama Helena.
"Ya, saya Helena", kata Helena sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
"Saya Ronny. Anda sangat cantik sekali..", kata Ronny sambil menyambut tangan Helena.
"Terima kasih..", kata Helena sambil tersenyum lalu segera melepaskan tangannya dari genggaman Ronny yang sangat erat.
"Hei! Jangan pada berdiri. Mari sini Pak, sudah saya sediakan semua..", kata Ratna sambil tersenyum kepada Ronny, pria dandy yang berusia sekitar 50 tahun itu.
Mereka segera berpindah ke ruangan lain dimana Helena bisa melihat bahwa di meja sudah tersedia beberapa botol minuman keras serta beberapa bungkus kecil benda berbentuk bubuk putih beserta alat hisap serta sebuah jarum suntik.
"Naahh! Ini baru asyik!", kata Ronny senang.
"Ayo kita have fun!", ajak Ronny.
"Ayo!", kata Ratna.
Akhirnya Ronny, Dewi dan Ratna duduk bersama dan segera menikmati semua yang telah tersedia. Sementara Helena karena merasa tidak terbiasa, segera pamit ke ruangan lain dan menonton televisi. Terdengar oleh Helena sesekali mereka menyebut-nyebut namanya, entah membicarakan apa karena tidak jelas.
"Helena sayang, bisa minta tolong ambilin kue di kulkas nggak?", terdengar suara Dewi meminta bantuan.
"Iya, sebentar aku ambilkan!", teriak Helena sambil bangkit lalu pergi menuju dapur. Helena segera membuka kulkas lalu mengeluarkan kue untuk dipotong-potong. Helena tak mengetahui kalau Ronny sudah berada di belakangnya.
"Tubuh anda mulus sekali..", bisik Ronny sambil meraba punggung Helena yang terbuka.
"Ya Tuhan! Anda bikin kaget saya saja..", teriak Helena. Ngapain sih ini orang? Kurang ajar amat!, umpat Helena dalam hati.
"Tak sangka anda begitu montok dan menggairahkan walau sudah punya anak..", kata Ronny lagi sambil meremas pantat Helena. Bahkan tangannya berani menelusuri lekukan belahan pantat Helena.
"Hei! Anda jangan kurang ajar begini! Saya tidak suka!", bentak Helena lalu pergi meninggalkan Ronny. Ronny hanya tersenyum..
"Kurang ajar tuh orang!!", teriak Helena sambil cemberut.
"Kenapa sih, Helena?", kata Dewi sambil tersenyum.
"Gila tuh orang! Pegang-pegang tubuh, remas-remas pantat otang seenaknya?", kata Helena.
"Yee, harusnya kamu bangga dong.. Artinya kamu sangat menarik loh..", kata Dewi lagi sambil menuang minuman ke gelas.
"Nih, minum dulu biar agak enakan..", kata Dewi sambil menyodorkan gelas itu ke Helena.
"Sebel aku dengan orang itu..", kata Helena sambil meneguk minuman tersebut.
"Sudahlah, sayang.. Biarkan saja dia..", kata Dewi sambil menambahkan minuman ke gelas Helena.
Helena kembali meneguk minumannya sampai habis, lalu bangkit dan segera menuju kamar dengan maksud memisahkan diri dari mereka. Tapi setibanya di kamar, Helena merasakan tubuhnya dingin dan penglihatannya kabur. Badannya limbung. Helena heran karena tidak mungkin dia mabuk dengan minum beralkohol sejumlah yang dia minum tadi. Helena segera keluar dan menuju ruang tamu dengan niat akan berpamitan pulang karena merasa tidak enak badan.
"Aku mau pulang, Wi..", kata Helena dengan tubuh berdiri limbung.
"Mau kemana, sayang.. Di sini aja dulu..", kata Ratna sambil menarik tangan Helena hingga terduduk diapit tubuh Ratna dan Ronny.
"Lagian barusan Pak Ronny mengajukan tawaran bisnis yang banyak menguntungkan buat kita..", kata Ratna lalu dengan panjang lebar menceritakan tawaran bisnis yang menggoda iman Helena.
"Gimana sayang? Kamu mau ikut?", tanya Ratna.
"Kalau begitu sih aku ikut..", kata Helena dengan mata sayu.
"Well done.. Kalau begitu kita rayakan deal bisnis kita..", kata Ronny sambil merangkul dan menyodorkan gelas minuman kecil kepada Helena.
Helena mengambil dan meneguknya sebagai rasa penghormatan. Rasanya manis sedikit asam.
"Aduh, kenapa aku jadi tidak enak badan begini?", kata Helena tak lama berselang.
"Aku ke dapur dulu..", kata Helena lalu bangkit dan berjalan sempoyongan menuju dapur untuk minum air putih.
"Hei!!", jerit Helena ketika dia merasakan ada tangan yang mendekapnya dari belakang.
"Lepaskan aku..", suara Helena lemah.
"Tenang saja sayang.. Nikmati yang ada..", terdengar suara Ronny sambil menciumi pundak dan tengkuk Helena, sementara tangannya meremas buah dada Helena. Terasa oleh Helena celana bagian depan Ronny sudah menggembung keras mendesak-desak pantatnya.
"Ohh.. Lepass.. kann..", jerit Helena lirih sembari agak berontak untuk melepaskan remasan tangan Ronny pada buah dada dan pantatnya. Akibat pemberontakan tersebut tak sengaja tangan Ronny menyentuh dan menarik tali baju Helena hingga terlepas merosot ke lantai.
"Sudahlah sayang.. Nikmati saja surga dunia ini..", terdengar suara Dewi, kemudian tertawa ketika melihat kondisi Helena. Ratna juga ikut mentertawakan sambil memegang kamera digital, sesekali Ratna mengambil gambar Helena dan Ronny.
"Aku mau pull.. pullangg..", jerit Helena sambil berusaha lari ke kamar dalam keadaan setengah telanjang sempoyongan.
Tapi di tengah ruangan tubuhnya ambruk ke lantai. Ronny dan Dewi segera memapah tubuh Helena ke kamar dan dibaringkannya di ranjang. Dewi dan Ratna segera menjauh dari ranjang, sedangkan Ronny dengan bernafsu melepas semua pakaian dalam Helena, lalu kemudian melepas semua pakaiannya sendiri.
"Ohh.. Jangaann..", jerit lirih Helena ketika mulut dan lidah Ronny menciumi dan menjilati buah dada seta puting susunya. Sementara tangan Ronny turun meraba dan menggosok-gosok memek Helena.
"Ohh.. Le.. Le.. Lepasskann..", desah Helena ingin berontak di sela-sela kenikmatan yang mulai dirasakannya.
"Ooww.. Ohh..", desah Helena keras ketika mulut Ronny turun ke perut lalu dengan liar lidahnya menjilati belahan memek Helena. Entah karena pengaruh minuman yang diminum, entah karena libido Helena yang terbilang tinggi, perasaan ingin berontak yang tadi ada lama-lama hilang diganti dengan kenikmatan atas perlakuan Ronny atas dirinya.
"Ohh.. Ohh.. Oohh!", tubuh Helena berguncang keras ketika terasa ada cairan hangat yang menyembur di dalam memeknya disertai rasa nikmat yang luar biasa seiring jilatan lidah Ronny pada kelentitnya yang liar.
"Nikmat sayang?", tanya Ronny sambil bangkit berdiri lalu menindih tubuh Helena.
Helena sudah tidak mampu menjawab pertanyaan Ronny karena pikiran dan perasaannya telah penuh dipengaruhi alkohol yang diminumnya. Yang dirasakan Helena adalah rasa melayang dan gairah yang menggebu untuk bersetubuh. Sekilas mata Helena melihat Dewi dan Ratna berdiri tak jauh dari ranjang sambil tertawa dan memotret dirinya serta Ronny.
"Oww.. Enak sekali sayang..", desah Helena antara sadar dan tidak ketika terasa kontol Ronny yang tegang dan tegak telah keluar masuk memeknya.
"Kamu sudah punya anak tapi jepitan memekmu enak sekali..", kata Ronny dengan nada berat seiring pompaan kontolnya di memek Helena.
Entah sudah berapa lama kali Helena berganti posisi dan entah sudah berapa kali pula Helena mendapatkan orgasme. Helena sudah tidak ingat sama sekali. Yang terasa olehnya hanya rasa nikmat disetubuhi Ronny.
"Ohh..! Mmhh..!", hanya desahan demi desahan yang keluar dari mulut Helena beserta geliat tubuhnya ketika menikmati rasa yang teramat nikmat seiring keluar masuknya kontol Ronny di memeknya.
"Ohh! Fuck you girl! Fuck you!", kata Ronny sembari mempercepat pompaan kontolnya ketika sudah terasa sesuatu yang mendesak akan keluar dari kontolnya.
"Ohh..!!", suara Ronny terdengar berat.
Setelah mempercepat gerakan kontolnya, dengan cepat pula Ronny mencabut kontolnya dari memek Helena lalu dikangkanginya wajah Helena. Crott! Croott! Croott! Air mani Ronny tumpah menyembur banyak di wajah Helena yang terpejam antara sadar dan tidak.
"Mm..", hanya suara itu yang keluar dari mulut Helena, lalu tertidur kelelahan.
Malamnya sekitar jam 19.00 Helena terbangun dalam kondisi tubuh telanjang. Tercium aroma khas sperma di ruangan itu. Di lantai terlihat satu kondom bekas pakai yang telah penuh dengan air mani. Juga terdapat bekas pembungkus Viagra di dekatnya.
"Ya Tuhan.. Apa yang terjadi padaku?", batin Helena sambil meraba wajahnya yang banyak ditumpahi air mani yang hampir kering, juga di perut dan di sekitar memeknya banyak terdapat bekas cipratan air mani yang telah mengering..
"Sudah bangun kamu?", terdengar suara Dewi mengagetkan Helena.
"Apa yang terjadi padaku, Wi..?", tanya Helena lemah sambil bangkit dan duduk di pinggir ranjang.
"Kamu ternyata hypersex juga, sayang..", kata Dewi sambil duduk di samping tubuh telanjang Helena.
"Kamu kuat melayani Ronny sampai beberapa ronde, beberapa jam non stop..", kata Dewi lagi.
"Udah bangun, Helena?", tanya Ratna yang baru masuk kamar.
"Welcome to the club, honey..", kata Ratna sambil tersenyum penuh arti kepada Helena.
"Apa?", tanya Helena.
"Ini tadi uang yang diberikan Ronny buat kamu..", kata Ratna sambil melemparkan segepok uang ke pangkuan Helena yang masih telanjang.
"Itu empat juta setengah.. Buat kamu..", kata Ratna.
"Aku.. Aku tidak mau.. Aku bukan pelacur!", kata Helena sambil menatap Ratna.
"Terima saja sayang.. Dan mulai sekarang kamu harus menuruti perintah kami untuk melayani laki-laki yang kami tunjuk..", kata Ratna tegas.
"Kenapa?!", tanya Helena dengan hati berdebar.
"Karena semua sudah aku rekam..", kata Ratna sambil memperlihatkan kamera digital.
"Kalau kamu menolak, maka foto-fotomu akan sampai ke tangan suamimu..", kata Ratna tegas.
"Ya Tuhan..", Helena langsung menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Sudahlah sayang.. Lagian nanti kamu juga akan mendapat komisi kok..", kata Dewi sambil mengusap rambut Helena.
"Ratna, aku minta berikan chip foto-fotoku itu.. Please..", kata Helena memelas.
"Tidak! Ini adalah hidupmu. Aku telah memegang hidupmu..", kata Ratna tegas.
"Aku bayar berapa pun kamu mau, asal kemarikan chip itu..", kata Helena sambil bangkit mau merebut kamera di tangan Ratna. Tapi Ratna cepat menghindar.
Helena kemudian menangis sejadi-jadinya. Sejak saat itu Helena menjadi sapi perahan group tersebut dalam menjalankan bisnis mereka. Dengan terpaksa Helena harus menjadi escort lady, walau tentu saja Helena juga mendapatkan imbalan atas jasa kenikmatan yang di berikannya.
TAMAT
Wednesday, April 4, 2012
Ternodanya Si Bunga Desa
Aisiah, demikianlah nama gadis itu, berparas sangat cantik dibalik
kerudung putih yang selalu dikenakannya setiap kali keluar rumah ataupun
berpergian. Tak heran semua lelaki menjulukinya si bunga desa, sebab
postur tubuhnya ramping namun padat berisi diusianya yang masih sangat
muda belia ini, delapan belas tahun. Wajah manisnya begitu sedap dipandang
mata dari sisi manapun ia dilihat dan memiliki bola mata yang akan membuat
seluruh pria terpana serta luluh oleh pesona kewanitaannya, apalagi ia
berhidung sangat mancung dan bangir sekali, bibirnya mungil kemerahan dan
selalu tersipu malu tatkala berpapasan mata dengan lelaki.
Namun tidak untuk saat ini, sebab mata indah yang selalu mengukir bentuk
wajahnya dengan alis menawan yang hitam lebat kini tampak mendung saat
harus merelakan kepergian kekasihnya, dimas.
Terpaku dalam keheningan dan bibir kelu kedua manusia ini hanyut dalam
pikiran masing-masing di hamparan lepas pantai pada pesisir desa mereka
yang menyimpan banyak kenangan masa kecil mereka.
“Berjanjilah untuk selalu menungguku, Aisiah..”,suara dimaspun akhirnya
keluar disaat-saat terakhir kebersamaan mereka, meskipun terdengar berat
dan sedikit parau, ada nada takut kehilangan disana. Dipegangnya kedua
jari jemari gadis itu dimana masih melekat cincin emas di jari manis
Aisiah.
“Mas..”, Aisiah tercengang, ada rasa haru dan gembira disana tak
terkatakan sudah, janji dimas memang telah dibuktikan dengan ikatan
pertunangan mereka seminggu yang lalu dan cincin itu akan selalu
dikenakannya dalam penantian panjang.
“Aku pergi dirantau takkan lama, percayalah sayang.. setelah aku datang
kembali nanti, aku akan langsung melamarmu..akan kubawa uang yang banyak
untuk mengawini dan membahagiakanmu aisiah..”, Dipeluknya gadis itu dengan
dekapan penuh akan kerinduan yang dalam. Aisiah menengadahkan wajahnya
dalam pelukan dimas memandang wajah kekasih hatinya penuh kegalauan. Ahh..
mata gadis itu semakin memberatkan langkah dan niatnya.
“Berhati-hatilah diperjalanan mas, aku akan selalu menanti kehadiranmu
kembali mas..”, tak kuasa aisiah membendung bola matanya dari luapan air
kesedihannya yang tertumpah membasahi kedua pipi dibalik kerudung putihnya
itu. Dimas diusianya yang ke dua puluh tiga ini memanglah sosok lelaki
dambaannya sejak kecil, berwajah ganteng dan menjerat seluruh hatinya
sudah. Linangan air mata itu segera dihapus oleh jemari sang kekasih.
“Tentu dindaku sayang..”, sahut dimas dan lima menit mereka berangkulan
sebelum kapal layar yang akan ditumpangi kekasihnya segera berangkat.
Dalam belaian angin laut yang mengibaskan kerudung putih dan pakaiannya
gadis itu melambaikan tangannya kearah perahu dimana kekasihnya berada,
menjauh dan semakin menjauh dari tempatnya berdiri. Tanpa disadari oleh
gadis itu sepasang mata tampak mengawasi tubuhnya dari jauh sambil
tersenyum menyeringai penuh maksud yang hanya diketahui oleh yang empunya
si sosok ini.
Aisiah sepeninggal dimas tinggal bersama kakek dimas, seperti aisiah yang
sebatang kara ini tak tau dimana ayah dan ibu serta kakek neneknya berada.
Ia hanya anak pungut yang diangkat oleh kakek dimas sejak kecil, orangtua
dimas juga telah tiada pula karena sakit oleh wabah pes yang pernah
melanda desa itu sebelumnya. Namun sebulan kemudian kakek dimas menderita
sakit keras pula dan meninggal, hal ini membuat aisiah sangat bersedih
hati. Semua kejadian itu tak luput dari pengawasan sesosok lelaki yang
selalu mengintai gerak-gerik gadis itu.
Sosok lelaki itu bernama thoyib, seorang lelaki yang dulu pernah ditolak
cintanya oleh aisiah dua tahun yang lalu, karena aisiah sedari kecil telah
bersama-sama dengan dimas, ia lebih memilih dimas yang keluarganya dalam
hal ini kakeknya telah berjasa merawatnya sejak kecil dibanding thoyib
yang segala perawakan dan wajahnya teramat jauh penampilannya dari dimas.
Thoyib berusia tiga puluh lima tahun, bertubuh pendek serta cenderung
kontet, rambutnya keriting dan wajahnya agak buruk rupa. Selepas ditolak
cintanya oleh aisiah, ia bekerja kepada penguasa setempat, julukkannya
adalah datuk, namanya barkonang, ia memang seorang yang sangat berpengaruh
saat itu, usianya kurang lebih lima puluh tahun, bisa dibilang dialah si
penguasa daerah termasuk desa tempat dimana aisiah tinggal. Tubuhnya gemuk
tapi kekar dan juga tinggi besar, kepalanya sedikit botak dengan lusinan
rambut putih yang menghiasi batoknya. Dan ia juga telah mendengar kabar
pula tentang kecantikan aisiah yang menyandang gelar kembang didesanya
itu. Berkat kegigihannya menjadi anak buah datuk, thoyib mendapat
kepercayaan menjadi tangan kanannya dari menjadi centeng untuk melindungi
datuk sampai urusan memata-matai wilayah jajaran kekuasaan si datuk.
Sepulangnya dari mengintai tampak thoyib berbisik-bisik serta memohon
sesuatu kepada datuk penguasa tersebut yang dibalas dengan anggukan tanda
setuju.
Seminggu kemudian, ketika malam semakin larut, aisiah tampak berjalan
pulang selepas jamuan makan malam salah seorang teman didesanya, busana
yang dikenakannya malam itu sangat sopan sekali dan tertutup lengkap
dengan kerudung putihnya, lengan bajunya tertutup sampai pergelangan
tangannya, sedangkan bagian bawahnya menutupi sampai tumitnya yang
mengenakan selop. Agaknya ia kemalaman pulang sendirian, tanpa disadarinya
dua sosok tubuh mengikutinya dari belakang, rupanya kedua orang itu adalah
suruhan datuk barkonang, tujuannya cuma satu, yaitu menculik gadis itu.
Aisiah terlambat menyadari bahaya tersebut, tubuhnya telah tercengkeram
erat, belum sempat ia berteriak, mulutnya telah terbungkam oleh bekapan
kain gombal. Kedua orang tadi mengikat erat kedua belah tangan dan
kakinya, kemudian tubuhnya dimasukkan dalam karung untuk kemudian dibopong
berdua dan hilang dalam keheningan dan gelapnya malam.
Samar-samar terlihatlah wajah seseorang yang tengah menyeringai menatapi
dirinya, aisiah mendapati dirinya terlentang dalam hamparan sprei berwarna
putih bersih dalam kamar asing yang besar dan masih dalam keadaan terikat
erat kedua tangannya yang menelikung kebelakang punggung serta mulut
mungilnya yang tersumpal gombal namun masih berbusana lengkap. Orang itu
kemudian menarik lepas gombal di mulutnya dengan kasar.
“Thoyib.. Oh tidak! Apa-apaan ini?! Lepaskan aku!!”,jeritnya tertahan
setelah pandangannya menjadi jelas, ditatapnya seluruh ruangan, ada tiga
orang lagi yang mendampingi thoyib, orang yang pernah ia tolak cintanya
dulu, salah satunya ia kenal sekali, yakni si datuk penguasa dengan dua
orang yang menculiknya tadi.
“Hehehe.. aisiah..rupanya kau masih mengenali aku .. Tahukah engkau?
Mengapa engkau sekarang kubawa kesini?”,thoyib terkekeh-kekeh dibalik
wajahnya yang buruk rupa itu, sementara yang lainnya masih senyum-senyum
belum bereaksi sama sekali.
“Apa maksudmu thoyib? Salah apa aku kepadamu? Dan untuk apa kau bawa aku
kehadapan datuk?”,gadis itu mengernyitkan alisnya tak mengerti disela-sela
ikatan yang mengunci pergelangan tangan dan kakinya.
“Aisiah..apakah kau tidak tahu kalau kakekmu selama ini telah berhutang
uang kepada kami dalam jumlah yang sangat besar..”,suara berat yang
berwibawa itu akhirnya terlontar pula dari datuk barkonang, sang penguasa
menyela ketidakmengertian gadis itu.
“Hutang? Ampun datuk..mendiang kakek tak pernah cerita padaku tentang hal
tersebut”,aisiah semakin putus asa mendengar hal demikian.
“Betul sekali! Kakekmu telah lama berhutang kepadaku.. dari sejak memulai
usaha sawahnya, sampai ia merestui pertunangan kalian dan membiayai bekal
perjalanan kekasihmu merantau.. dan menurut catatan kami saat ini..”,datuk
menyuruh thoyib memperlihatkan surat utang dimana memang terdapat tanda
tangan kakek dimas tersebut kepada aisiah. Gadis itu benar-benar kaget
setengah mati melihat kenyataan tersebut dan langsung lemas tak bertenaga.
“Mengapa banyak sekali datuk?”,gumam aisiah lirih tanpa semangat lagi.
“Hehehe.. tentu saja banyak aisiah.. bukankah bunga yang datuk tawarkan
memang sangat besar.. toh kakekmu setuju dengan perjanjian tersebut,
sayang saja tua bangka itu telah mati lebih dulu sebelum kami menagih
hutangnya itu..”,jawab si penguasa.
“Karena cucunya masih hidup, maka cucunya kini sudah harus menanggung
semua hutangnya si kakek..”,sela thoyib menambahkan.
“Kurang ajar sekali engkau thoyib! Tampaknya semua ini adalah siasat
kotormu!”,ujar aisiah gemas.
“Hehehe.. aisiah.. aku sudah menjadi anak buah datuk.. segala
permasalahanmu telah sepenuhnya kuserahkan keputusan kepadanya”,thoyib
melirik ke si datuk memohon persetujuan.
“Dengan apa engkau akan membayarnya aisiah?”,tanya datuk penguasa itu
dengan suara tenangnya yang khas namun sangat menggetarkan gadis itu.
“Apakah engkau sanggup membayarnya aisiah?”,desak thoyib dengan senyum
jelek kemenangan, sebab gadis itu tak pelak lagi tak akan mungkin sanggup
mengganti semua hutang kakeknya yang telah mati.
“Dan..hal yang paling membuat aku tak percaya, bahwa kepergian kekasihmu
itu adalah untuk merencanakan pemberontakan terhadap kekuasaanku! Ia pergi
untuk mencari orang-orang diseberang lautan yang tidak senang akan diriku
dan berniat melawan dan membunuhku agar ia tak perlu lagi membayar hutang
kakeknya yang sudah sangat mencekik leher itu!”,suara datuk terasa bagai
guntur yang menggelegar disiang hari ditelinga gadis itu.
“A..pa?! Tak mungkin! Itu fitnah! Dimas tak akan berbuat seperti itu
datuk, percayalah.. jangan mendengar mulut culas si thoyib ini..”,belum
lagi aisiah berkata melayanglah tamparan telak mengenai pipi kirinya,
plak!!.. Si penguasalah yang melakukan hal itu kepadanya.
“Berani-beraninya engkau menyangkal hal itu dihadapanku!”,maki si datuk
barkonang.
“Ampun..ampun datuk!”,mohon aisiah meratap, pipi kirinya yang putih bersih
telah memerah terkena tamparan telapak tangan datuk.
“Saat engkau pergi tadi, rojali dan asep telah mengacak-acak isi rumahmu
aisiah dan menemukan surat tulisan tangan nama-nama orang yang akan
dikumpulkan kekasihmu dirantauan!”,thoyib menunjukkan bukti surat tersebut
pula pada aisiah. Tak ada alasan untuk dapat mengelak lagi dari kenyataan,
bahwa itu adalah memang tulisan tangan dimas, kekasih dan tunangannya.
“Jangan menyangkal lagi! Kekasihmu telah berada ditangan kami,
aisiah!”,datuk itu menyeret tubuh aisiah ke ruangan kamar yang lain dimana
kekasih gadis itu tergeletak pingsan dengan tangan dan kaki terikat erat
serta mulut tersumpal pula.
“Dimas..!!”,jerit aisiah tertahan, bibirnya terasa kering sudah bagai
dibakar, ia berharap semua ini hanyalah mimpi, tetapi itu memanglah
sosoknya si dimas.
“Hukuman terhadap kekasihmu yang merencanakan pemberontakan adalah maut!
Namun thoyib telah berulang kali memohon kepadaku agar tunanganmu itu
dapat diselamatkan dari hukumanku! Asalkan engkau memberi kami pilihan!
Dimas hanya akan kami kurung dan terbebaskan dari hukuman mati dan semua
hutang kakekmu terlunasi jika engkau sudi menebusnya dengan tubuhmu
..hanya malam ini sampai matahari pagi mulai terbit esok hari”,lanjut
penguasa lagi terang-terangan. Aisiah terjebak dalam kesulitan yang
teramat pahit, tubuh indahnya menggigil bergetar, semua pasang mata di
kamar besar itu tertuju kepadanya termasuk dua centeng yang menculiknya
tadi, yakni rojali dan si asep, lama bunga desa ini termenung dalam
kekalutan pikiran atas keselamatan kekasihnya yang tercinta. Lamat-lamat
akhirnya gadis itu mengangguk perlahan sebagai jawaban atas
persetujuannya, meskipun dengan sangat berat hati.
Pekatnya malam tidaklah sepekat hati aisiah, si bunga desa yang masih muda
belia dan sangat cantik parasnya ini, sebab kini dalam keheningan sang
malam yang menyelimuti kawasan desa kekuasaan datuk, disamping ranjang
besar gadis itu berdiri diapit oleh thoyib dibelakang serta datuk
didepannya, kerudung putihnya direnggut oleh tangan thoyib dari belakang
dan tergerailah rambut hitam lebat gadis itu yang seketika jatuh
dipundaknya, rambutnya memanjang melewati pundak belakangnya, sungguh
indah dipandang mata. Dari depan datuk membuka busana yang dikenakan
aisiah hingga terlucuti hingga ke mata kakinya. Semua terpana takjub
melihat tubuh gadis itu yang kini tinggal mengenakan kutang dan sempaknya,
betapa tidak! Tubuh gadis itu ramping namun sangat padat berisi, pusar dan
perutnya terlihat rata serta berkulit putih tanpa cacat dan cela sama
sekali. Aisiah tertunduk malu diselingi isak tangisnya yang tertahan, tak
biasa ia diperlakukan seperti ini sebelumnya, selama hidupnya baru kali
ini tubuhnya dilihat lelaki, tak hanya satu.. tapi empat orang!
“Bagus thoyib! Sekarang buka kutangnya juga!”,perintah datuk yang langsung
dilaksanakan oleh orang kepercayaannya itu.
Kutang itu telah jatuh kelantai kamar, semua melihat bagian dada gadis itu
yang telah terbuka, tampaklah kedua belah payudara nan begitu indah bentuk
dan lekukannya disertai dengan hiasan putingnya yang berwarna merah muda.
Thoyib, rojali dan asep tak berani mengeluarkan suara sedikitpun karena
akan mengganggu kesenangan datuk penguasa itu, mereka hanya menelan ludah
perlahan dengan masing-masing jakunnya turun naik menatapi kemolekkan buah
dada gadis belia tersebut. Aisiah ingin menyilangkan tangannya didepan
dada untuk menutupi payudaranya, tetapi tangan thoyib mencegah niatnya
itu, gadis belia itu semakin tertunduk berurai air mata lagi.
Kini tubuh setengah telanjang gadis itu direbahkan diatas pelataran
ranjang bersprei putih itu dan tetap diapit depan belakang oleh datuk dan
si thoyib, diam-diam thoyib celegukan memandangi payudara gadis ini yang
dulu menolak cintanya mentah-mentah, namun kini tak berdaya dalam
kekuasaan dan cengkeraman penguasa dan dirinya. Panggul gadis desa yang
mulus itu ditaruh didada berbulu thoyib yang kontet, bak sudah dicucuk
hidung, aisiah hanya menuruti saja tubuhnya digerakkan dan dibentuk
sedemikian rupa hingga kini belakang kepalanya terhimpit dikasur dan
seluruh tubuhnya yang selangkangannya masih tertutup sempak hanya
bertopang pada kedua pundaknya kiri dan kanan, sementara kedua belah
kakinya yang masih mengenakan selop itu terjurai sejajar keatas. Dengan
jari tangannya yang gemetar dideru nafsu thoyib melucuti sempak aisiah
melalui kedua kakinya yang menjulang tinggi diatas kasur, lalu kedua
betisnya yang putih mulus dan halus itu dicengkeram erat-erat oleh tangan
thoyib untuk kemudian dibuka mengangkang seperti kaki katak, setelah kedua
selopnya dilepas, kini sempurnalah sudah ketelanjangan gadis belia cantik
ini memperlihatkan seluruh bagian di tubuhnya.
Dalam posisi sedemikian rupa, keempat lelaki itu kini dapat melihat
seutuhnya bagian-bagian terlarang dari si kembang desa, sementara gadis
itu sungguh merasa malu demi mengetahui tubuhnya yang telanjang menjadi
tontonan gratis dan menarik bagi lelaki-lelaki itu, sedu sedannya tak juga
berhenti meratapi nasibnya yang malang. Kedua belah paha aisiah terbuka
sudah menampakkan bagian yang paling pribadi ditubuhnya, selangkangannya
dihiasi oleh dua lubang keintimannya, lubang yang tampak segaris nan
dihiasi oleh bulu-bulu halus itu adalah lubang kemaluannya, selama ini ia
hanya mempergunakannya semata-mata menuntaskan hajatan untuk pipis saja,
lubang yang satunya
lagi adalah lubang anusnya nan digunakan untuk pelepasan. Kedua lubang itu
berwarna merah muda dan terukir indah disela-sela pahanya.
“Hmm..benar-benar indah.. dan juga wangi..”,puji datuk demi melihat
kemaluan dan pantat dara itu sambil sesekali membaui selangkangan gadis
muda belia nan cantik itu.
“Dan semuanya hanya untuk datuk..”,sembah thoyib kepada datuk. Tubuh
aisiah seperti telah menjadi ajang pertaruhan tebusan atas keselamatan
nyawa kekasihnya dan berhak diperlakukan sesuka hati.
Bagaikan diperhamba saja, kedua ibu jari kekar milik si datuk dengan
leluasa membuka perlahan kedua belah bibir kemaluan aisiah seperti orang
yang sedang membelah duren, aroma khas yang terpancar dari dalam lubang
intim gadis itu semakin nyata dihidungnya, seiring dengan terbukanya area
belahan dalam liang untuk sanggama milik si bunga desa ini. Terlihatlah
isi bagian dalam lubang surganya yang berbentuk celah daging merah
menyala, dan yang membuat hati datuk itu menjadi senang adalah tatkala ia
menemukan selaput dara aisiah masih menjaga dengan utuh jalan masuk
kedalam liang kemaluannya nan memukau.
“Betapa bodohnya engkau dimas..punya tunangan secantik ini kau sia-siakan
hanya demi adat dan tata krama yang kaku.. sehingga kau tak berkesempatan
lagi untuk menjadi yang pertama bagi gadismu sendiri..kasihan sekali
engkau dimas..karena keperawanan gadismu inilah yang pertama kali akan
kucicipi..akulah lelaki pertama yang akan menundukkan gadismu.. yang akan
membuatnya akan selalu mengenang malam ini dalam hidup dan
kehidupannya..hehehe aisiah..engkau akan jadi milikku sekarang!”,gumam si
datuk penguasa didalam hati.
Telapak kaki gadis ini bergetar ketakutan dalam cengkeraman tangan thoyib
yang terus memegangi agar posisi kaki indah aisiah tidak berubah sama
sekali, sekilas lelaki kontet yang buruk rupa itu teringat saat mengamati
gadis yang diam-diam telah dicintainya ini sedang pergi ke sawah melewati
pelataran, ia sering melihat telapak kaki indah ini melangkah di pematang
sawah dan meninggalkan jejak-jejak mungil disana, juga saat gadis ini
sedang pipis di sungai, thoyib selalu mengintip setiap ada kesempatan dan
selalu hanya bisa membayangkan dari jauh bentuk kemaluan gadis ini. Namun
kini ia dapat melihat dengan jelas telapak kaki dara belia nan cantik ini
dengan sepuas hatinya dari jarak dekat tengah mengangkang dihadapannya dan
datuk, serta menyaksikan dengan jelas pula bagaimana bentuk lubang
kemaluan aisiah tanpa harus capek-capek mengkhayal lagi. Sebenarnya dalam
lubuk hati thoyib yang paling dalam tidak rela gadis ini terjatuh ketangan
datuk penguasa, namun demi kesetiaannya kepada si datuk, dengan sangat
berat hati ia berusaha menenangkan hatinya sendiri merelakan gadis yang
dicintainya ini dipersembahkan untuk kesenangan tuannya.
“Tenang thoyib, nanti engkau juga akan kubagi selepas ini..”,itulah
jawaban datuk yang sepertinya tahu apa nan tengah berkecamuk dalam hati
lelaki kontet ini seraya mendekatkan mulutnya ke celah kemaluan aisiah,
mengeluarkan lidahnya dan mulai menjilati lubang sanggama gadis itu dengan
lahap. Dijanjikan seperti itu membuat thoyib makin bersemangat
melaksanakan tugasnya mencengkeram kaki indah si gadis desa, sementara
datuk melaksanakan aksinya mengulas lidahnya kedalam liang kegadisan dara
belia ini. Apa yang dirasakan aisiah adalah sesuatu yang aneh mengalir
dalam darah ditubuhnya, suatu rasa baru yang perlahan-lahan semakin
mengusik kalbunya, membangkitkan gairah kewanitaannya, membelai lembut
urat-urat keperawanannya nan berkutat mendesak birahi mudanya. Arus
syahwat yang mengusap keintimannya itu tambah lama menguat membobol
dinding-dinding pertahanan nafsunya sendiri, sekian lama bertahan anunya
diolesi lidah lelaki gemuk yang tinggi besar ini, membuat kakinya semakin
menggigil, akhirnya gadis itu melepaskan bendungannya dalam ribaan cairan
lendir kegadisannya nan mulai membasahi isi liang sanggamanya.
“Nngghh..ouhh”,perlahan mulai terdengar desahan aisiah diantara rengkuhan
kedua lelaki ini, sementara rojali dan asep, kedua centeng itu tak tahan
pula menyaksikan adegan tersebut, mereka berdua serta merta mengeluarkan
batang pelirnya dari dalam sarung untuk kemudian mengocok-ngocok dengan
tangan mereka masing-masing sambil terus menatap tontonan gratis tersebut.
“Mmmmhh..srut..srut..enak sekali kemaluanmu sayanggghh..”,puji datuk
disela-sela ritual jilatannya pada memek gadis itu. Lidahnya mulai
merambah kearah muara kemaluan gadis itu yang berlabuh di umbai itilnya
nan merupakan bagian penting dalam tubuh wanita yang sangat berperan untuk
kesempurnaan hubungan intim, kelentit wanita muda itu dijilati turun naik,
kiri kanan dan kadang berputar, datuk benar-benar telah tahu titik
kelemahan dari keintiman si bunga desa ini. Lidahnya seakan bermain
menarik dan mengulur mendera siksa birahi keperawanan aisiah yang mulai
terjangkiti rasa gatal dikemaluannya nan semakin hangat dan memanas ingin
segera digaruk dinding lorong bagian dalamnya itu, habislah sudah
pertahanan gadis itu.
“Ohh..mmhhh.. nnggh..”,semakin jelas desahan si bunga desa ini, thoyibpun
sudah sangat terangsang sekali akan tubuh telanjang aisiah yang tengah
dicucupi memeknya oleh datuk, tapi ia berusaha menahan walaupun merasa
begitu tersiksa sekali, pelir dalam sarungnyapun sudah menggeliat-geliat
dalam kepitan pada panggul gadis itu mendesak-desak pinggul aisiah. Lendir
memek gadis cantik itu semakin banyak keluar dari dalam liang keintiman
yang masih perawan ini dan baru kali ini terjamah oleh lidah lelaki, yakni
si datuk yang beruntung malam ini. Tanpa sadar thoyibpun mengeluarkan
lidahnya dan menjilati lubang anus aisiah yang sedari tadi tampak kembang
kempis berkedutan, kini wajah kedua lelaki itu memenuhi selangkangan gadis
itu yang terbuka lebar seperti berebutan laksana dua serigala lapar yang
tengah berbagi ‘jatah’ daging korbannya nan sudah tak berdaya ini.
“Maafkan aku datuk..aku tak tahan lagi..gadis ini terlalu memikat hatiku
datuk..mmhh.. ohh.. lubang pantatnya.. ss..sedap sekalii..sihhh..”,sadar
thoyib dari kelancangannya mengambil giliran.
“Mmmhh..srut..tak apa thoyib..tak apa..mmh..srut..sshh..”,datukpun
tampaknya sudah tak peduli lagi akan thoyib, ia terus memusatkan
pikirannya pada birahinya sendiri menyeruput lubang surga gadis itu.
“Datuk..aku ingin menjilati kemaluannya juga nih..sshh”,pinta thoyib yang
mengiba dalam birahinya, datukpun segera membangunkan tubuh aisiah, tubuh
telanjang gadis belia itu kini dipaksa berlutut menduduki wajah thoyib
yang terbaring menelentang dikasur, lubang selangkangan aisiah tepat
berada dalam mulutnya, kini ia dapat menjilati memek gadis yang masih
perawan ini pula, sementara datuk juga berlutut sambil memeluk tubuh gadis
itu bagian atas, menciumi bibir gadis itu, memasukkan lidah kedalamnya dan
bermain-main disana seraya tangan kanannya mengusap-usap serta mulai
memilin-milin puting merah muda payudara kiri milik gadis itu yang
menggantung didadanya. Dari bawah hidung thoyib seakan tenggelam dalam
rimbunan jembut terlarang gadis bunga desa cantik ini dan tak
henti-hentinya menjilati klentit aisiah yang merekah dalam
ketelanjangannya dengan rambut tergerai-gerai, mata gadis itu mulai sendu
mendayu-dayu sayu dalam linangan hasrat nikmat pemanasan di ritual malam
pertamanya ini.
“Pelan thoyib..pelannn.. hati-hati..nanti keperawanan gadis ini hilang
oleh lidahmu..sayang khan?”,pesan datuk kepada thoyib yang berusaha
menusuk-nusukan lidahnya kedalam lubang memek dara belia itu.
“Iyahh..datuk..maaf..hmmm..srut…habis memeknya enak banget nihh..jadi
lupa kalau dia masih perawan..ssshhh…mmmhh”,jawab thoyib dari bawah,
segera dibukanya lubang surga aisiah dengan jarinya, takut-takut kalau
selaput dara gadis belia cantik ini telah kebablasan termakan oleh
lidahnya sendiri saking tak kuasa menahan nafsunya.
“Tenang..datuk..masih ada koq nihh..”,sanggahnya diantara mulutnya yang
tertutup oleh kedua belah paha sang dara jelita.
Lelaki penguasa itu semakin ganas pula memanasi gadis belia cantik itu,
ciumannya turun sudah kebelahan dada aisiah dan mulai mengemot kedua belah
payudara gadis itu bergantian kiri dan kanan sehingga membuat gadis itu
mulai merem melek, dari mulutnya keluar desahan yang mendesis seperti
orang yang sedang kepedasan.
“Ssshhh..ouhhh..ssshh..aahhh..jangan…ouh..shhh..sudahh..ahhh”,rengek
aisiah yang membuat keempat lelaki itu semakin bernafsu saja, bahkan asep
dan rojali tambah semangat mengurut-urut pelirnya masing-masing, tapi
percumalah tampaknya, biar bagaimanapun harus dituntaskan pula lewat
persetubuhan daripada hanya didapat dari kepuasan melihat saja. Untuk
itulah asep dan rojali segera bergabung mengapit tubuh telanjang aisiah
dari kiri dan kanan, asep memaksa tangan kanan gadis manis itu untuk
menggenggam batang pelirnya yang mengacung sejak tadi itu, dibimbingnya
jari jemari si bunga desa ini bagaimana mengurut serta mengocok-ngocok
batang kejantanannya itu. Aisiahpun terkesiap saat pertama kali memegang
kepunyaan lelaki, tapi tak berlangsung lama, sebab dikirinya sudah ada
rojali yang juga meminta tangan kirinya mengocok-ngocok batang kemaluannya
juga. Dalam sekejap kedua batang pelir sudah berada dalam genggaman tangan
dara muda belia ini, jari jemarinya yang lentik nan biasa digunakan untuk
memetik batang padi disawah kini telah berubah fungsinya mengambil alih
untuk melayani kedua centeng itu sambil tubuhnya tak henti-hentinya
dicumbui oleh si datuk dan si thoyib. Penguasapun tak mau kalah, ia
menundukkan kepala gadis kembang desa ini dan menyorongkan pelirnya yang
tampak paling besar diantara mereka berempat.
“Ayo jilatin punyaku..aisiah”,paksa si datuk yang walaupun bertubuh gemuk
tapi mempunyai kemaluan yang besar dan perkasa, gadis itu panik, tak
pernah ia melakukan hal itu, ada nada penolakan dari wajahnya, tapi tangan
penguasa telah ketat mencengkeram batok kepalanya.
“Ampun datuk..jangan deh..yaa?”,mohon gadis itu memelas.
“Harus! Ayo buka mulutmu! Cepat! Atau mau kekasihmu mati?!”,ancam si
penguasa
Dara itu ketakutan dan segera membuka bibir mulutnya yang mungil nan
langsung dihujamkan oleh pelir si datuk itu, dalam sekejap mata ujung
pelir yang berbentuk seperti kepala jamur itu dan separuh batangnya
memenuhi isi dalam mulut gadis belia ini.
“Ssshhh…aahhh..hangaaat..”,puji datuk lagi mendapati pelirnya yang
separuh terbenam kedalam mulut mungil aisiah.
“Mmmppphh..hofff…hmmpph..”,dara cantik itu telah menungging posisinya
kini dengan mulut penuh oleh pelir sidatuk dan kedua tangannya masih tak
lepas mengocok-ngocok pelir asep dan rojali kiri dan kanan, tangan asep
dan rojali kini meremas-remas kedua bukit payudara gadis si bunga desa ini
yang tergantung indah itu serta memilin-milin puting merah muda yang sudah
basah dikemot oleh ludah si datuk. Thoyib yang tadi rebahan dibawah bangun
dari posisinya dan duduk bersila dibelakang pantat gadis itu yang sedang
menungging, kini ia lebih jelas membuka kembali lubang memek dan anusnya
aisiah untuk dijilatinya kembali dan setiap kali ketiga lelaki itu memberi
kenikmatan pada tubuh gadis belia tersebut, thoyiblah yang harus
menanggung resikonya kebanjiran lelehan cairan nikmat surgawi dari memek
dara belia cantik itu dimulut dan lidahnya.
“Iya..begitu..teruss..teruss ouwhh..”,datuk barkonang mendesah dalam
buaian mulut dara belia ini yang terus menjilati tonggak kejantanannya
yang mengkilap-kilap basah oleh air liur aisiah nan terus menjalari hangat
diseputar kontolnya. Kepala gadis itu masih dalam genggamannya dan dengan
gerakan-gerakan dari tangannya membuat wajah gadis itu mengulas batang
pelirnya sekaligus memberi arahan agar dara belia itu belajar bagaimana
caranya melayani lelaki dalam permainan asmara penuh paksa ini, bagaikan
terseret-seret kepala aisiah kesana kemari mengitari kontol si datuk yang
berwarna sawo matang ini. Apa yang dirasakan dara belia cantik ini adalah
rasa mual karena sama sekali belum terbiasa menjilati dan mengulum
kemaluan lelaki, baginya kontol si datuk begitu menjijikan dimulut
mungilnya, apalagi aroma baunya sangat kentara dihidungnya yang bangir,
tetapi si lebai mayang ini tak mempunyai pilihan lagi ketimbang
tunangannya harus meregang nyawa ditangan mereka. Wajah cantiknya seakan
terpendam dalam rimba belantara jembut kontol lelaki itu dan dagunya
bertopang pada kedua biji pelir datuk yang tergantung penuh keperkasaan
ini dengan hampir semua batang kejantanan masuk kecelah bibirnya nan
mungil menembusi kerongkongannya sudah, semua ini rela dilakukannya demi
keselamatan dimas, kekasih sekaligus tunangannya.
Puas memerawani mulut dara belia ini membuat datuk sudah sampai pada
saatnya untuk segera melaksanakan haknya sebagai seorang lelaki terhadap
perempuan ini, anak buah datuk ini sebenarnya sangat banyak, namun kini ia
memerintahkan ketiga anak buahnya yang sangat beruntung sekali dapat
menjadi orang kepercayaannya malam ini untuk menyiapkan ke arah tahap
keintiman yang lebih dalam lagi.
Kini tubuh telanjang gadis muda belia nan cantik itu ditelentangkan dengan
kedua tangan dan kakinya dipegangi oleh asep dan rojali, jadi asep
kebagian memegangi tangan dan kaki kanan korbannya, sedangkan rojali
memegangi pula tangan dan kaki kiri aisiah. Dengan perintah langsung dari
datuk, kedua belah kaki gadis ini diangkat dan dipentangkan melebar, asep
mencengkeram pergelangan kaki gadis malang ini dengan tangan kanannya,
sementara tangan kirinya ia tekankan kepergelangan tangan kanan si kembang
desa yang sudah tak berdaya ini dan telah pasrah menuruti kehendak
semuanya. Tak tahan dengan kemulusan kaki si dara cantik, asep mendekatkan
telapak kaki korbannya kemulutnya sehingga kaki dan paha gadis itu semakin
tinggi dan terkuak mengangkang, serta merta jari-jari kaki aisiah di ciumi
dan dijilati, bahkan jemari kakinya di hisap-hisap dengan mulutnya,
rupanya asep ini adalah seorang lelaki yang suka sekali akan kaki
perempuan dan ia takkan segan untuk menikmati hasratnya itu kepada kaki
korbannya ini yang telah tersedia baginya.
Telapak kaki aisiah seketika menggeliat meronta, tetapi cengkeraman asep
begitu kuatnya membuat gadis ini kembali jatuh dalam ketidakberdayaannya
sebagai seorang wanita lemah yang dipaksa untuk melayani lelaki-lelaki
penguasa itu. Rojali yang melihat ulah temannya itu menjadi kepingin pula
menciumi kaki gadis desa ini, maka kaki kiri aisiah menjadi ajang
pelampiasan hasrat kebinatangannya. Dibauinya aroma sembab yang masih
melekat dikaki dara belia itu yang tadinya sehabis mengenakan selop, masih
kentara sekali bau kaki indah si bunga desa ini dan ia berbuat hal yang
sama pula mengikuti perlakuan si asep pada jari jemari indah nan menawan
di kaki aisiah. Thoyib disuruh mengambil posisi diatas kepala aisiah yang
terbaring, ia sejak tadi memang belum kebagian kontolnya untuk dilayani
gadis yang sejak lama diidam-idamkannya itu, maka mendapati wajah manis
gadis belia cantik nan terkulai dengan rambut terurai di sprei putih itu,
ia tak kuasa lagi terbakar oleh nafsunya yang menyala-nyala. Kontolnya
sedikit berbeda tipis besar dan panjangnya dengan datuk, meskipun tubuhnya
agak kontet, ia berlutut sambil duduk setelah menelanjangkan diri menyusul
yang lainnya nan sudah terlebih dahulu melepaskan busana masing-masing.
Keempat lelaki dan seorang perempuan ini sudah polos dalam keadaan tak
sehelai benang lagi menutupi tubuhnya masing-masing, rata-rata semua
bentuk bugil lelakinya begitu kekar mengapit si dara muda ini.
“Aisiahh..ohh..isap kontol kanda sekarang juga!”,perintah thoyib begitu
jelas dan tegas ditelinga gadis yang tercantik didesanya tersebut. Aisiah
tengadah dan melihat sorongan kepala kejantanan thoyib, perlahan ia
membuka mulutnya pasrah dengan hati berat dan sangat terpaksa menerima
kontol lelaki si buruk rupa itu.
“Mmmhhh..”,demikianlah erang gadis itu.
“Keluarkan lidahmu sayang…ahhh..aku telah lama menanti saat ini..”,pinta
thoyib diantara nafsu yang mengelegak didasar sanubarinya, lidah mungil
merah muda aisiahpun terjulur mengulas kepala jamur lelaki kontet tersebut
dan mengenai tepat dilubang kencingnya thoyib.
“Uuhhhh…ahhhh..uuaaahhh”,geram si kontet ini saat mulut gadis itu mulai
menelan tonggak kemaluannya, kedua tangan thoyib segera membejek-bejek
kedua buah dada aisiah yang seukuran mangkuk telapak tangannya nan kekar
ini, merasai kenyalnya daging montok payudara dara belia yang dicintainya
ini. Puting susu merah muda gadis itu yang mulai tegak mengacung di
pelintir-pelintir oleh ibu jari dan telunjuk thoyib membuat bunga desa ini
menggeliat dalam syahwatnya.
“Ommmpphh..hophh..ssshhpp..”,bagai kepedasan mulut gadis itu melenguh
mengulum batang pelir thoyib diantara semua sensasi ditubuhnya yang
dipanaskan oleh tiga lelaki sekaligus.
Lalu apa yang sedang dilakukan penguasa terhadap dirinya? Ia kini berlutut
tepat dihadapan kedua belah kaki gadis itu yang terkangkang akibat
dipegangi oleh asep dan rojali, dibukanya kembali bibir belahan surga itu
serta matanya memandangi lubang kemaluan aisiah yang sedikit merekah dan
melihat selaput dara dara belia cantik itu masih bertengger disana, bentuk
selaput keperawanan bunga desa ini seperti anak tekak dikerongkongan mulut
dengan amandel yang mengitari jalan masuk kedalam memeknya. Datuk
barkonang mengocok-ngocok penisnya dihadapan kedua belah kaki perempuan
cantik itu yang terbuka siap untuk dibuahi segera oleh lelaki.
“Pegang kuat-kuat ya..!”,wanti datuk kepada ketiga orang kepercayaannya
ini, tubuh gemuknya ia lekatkan diantara selangkangan korbannya yang
dipaksa mengangkang itu, kepala penisnya datuk diarahkan tepat
ditengah-tengah lubang kemaluan gadis bunga desa ini yang sudah basah lagi
oleh cairan kewanitaannya. Aisiah seperti tersadar akan dirinya, ia
berusaha meronta menggeliatkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan tak ingin
datuk itu menjadi yang pertama menyetubuhi dirinya, sebab ia tadi sudah
sempat ngeri akan ukuran kejantanan dari sang penguasa membuat ia tak
dapat membayangkan apa jadinya nanti bila liang surganya harus dimasuki
tonggak daging seperti itu.
“Tolong datuk pelan-pelan memerawaninya ya?”,pinta asep yang semakin erat
mencengkeram kaki dan tangan gadis belia nan malang itu.
“Iya datuk..gadis ini masih perawan..tentunya akan sakit sekali
lohh..”,sambung rojali juga seraya mengencangkan tenaganya memegangi
tangan dan kaki si bunga desa yang cantik mempesona ini.
“Kalian tak usah mengguruiku! Aku juga tau apa yang harus
kulakukan!”,sergah datuk agak sedikit naik pitam seolah anak buahnya lebih
pintar saja darinya dalam urusan jepit menjepit paha perempuan.
“Ampunn datuk..”,jawab keduanya berbarengan.
“Mmmmphh…oammphhh..ammmpphh!”,erang aisiah dalam sumpalan pelir thoyib,
ia merasakan sekali kepala penis datuk sudah lekat dipintu masuk lubang
sanggamanya dan siap untuk segera memulai ritual persetubuhan kepada
dirinya.
“Uhh..benar-benar sempit banget memek gadis ini..”,keluh penguasa ketika
mulai menekan kepala jamur kemaluannya kedalam belahan daging berbulu
basah milik si bunga desa nan cantik ini. Aisiah mengerang-ngerang
kesakitan, tubuhnya yang polos itu bergetar-getar meliuk-liuk melawan
maksud si datuk yang berkeinginan menyebadaninya. Tapi cengkeraman ketiga
lelaki anak buahnya teramat kuat diantara deru nafasnya yang
tersengal-sengal menenggak kontol thoyib nan belum terlepas, tampaknya itu
adalah siasat lelaki itu untuk meredam mulutnya saat pertama kali
diperawani. Thoyib tak tega melihat kejadian itu, tapi kekuasaan datuk tak
dapat ditawar lagi, iapun berusaha menenangkan si gadis muda yang tengah
diperkosa ini.
“Sabar ya aisiah sayang..jangan dilawan..memang sakit untuk yang pertama
kali..tapi lama kelamaan enak koq.. percayalah pada kandamu ini..
yang..”,begitu hiburnya sambil tak henti-hentinya kedua tangannya memijiti
kedua belah payudara gadisnya ini dan berharap supaya dara belia itu dapat
semakin terangsang mengeluarkan cairan pelumas di lubang memeknya, namun
sungguh ajaib, kata-kata itu akhirnya merasuk dalam hati aisiah yang
tengah melawan rasa sakit nan sedang melanda dirinya. Bunga desa itu
seakan bisa membaca ketulusan hati thoyib kepadanya dari perlakuan ini
disaat ia tengah menghadapi penderitaan, lelaki buruk rupa ini memberikan
perhatian yang lebih dibanding ketiga lelaki lainnya yang seakan tak
peduli akan jeritan kesakitannya. Sementara itu berkali-kali pelir datuk
belum juga berhasil terhujam kedalam belahan daging bilik sempit kepunyaan
siperawan desa ini, setiap kali ia menekan panggulnya ke selangkangan
gadis itu, pelirnya selalu meleset-leset kesamping kiri kanan belahan
bibir memek aisiah atau keatas menghujam umbai itilnya nan berbulu basah
dan kebawah menyodok lubang duburnya, selalu begitu, padahal keringat
ditubuhnya sudah semakin banyak membasahi tubuh tambunnya yang sedikit
botak itu dan setiap kegagalan si datuk untuk menembusi lubang memeknya
itu membuahkan kesakitan yang amat hebat pada diri korbannya yang terkapar
tanpa daya apa-apa lagi itu.
Perlahan karena tak tega menyaksikan penderitaan bunga desa itu lebih
lanjut, thoyib akhirnya mengeluarkan kontolnya dari mulut aisiah, demi
melihat penderitaan gadis tersebut yang seakan tak berkesudahan ini,
dengan jemarinya ia menjulurkan tangannya kearah selangkangan aisiah dan
membantu menguakkan bibir belahan kemaluan berbulu gadis impiannya ini
yang terkangkang menghadap ketubuh si datuk, sementara asep dan rojali
malah melelet-leletkan lidahnya seperti orang yang kehausan menyaksikan
bagaimana peristiwa saat seorang gadis yang untuk pertama kalinya
diperawani oleh seorang lelaki. Mereka tampak senang dapat menyaksikan
dengan mata kepala sendiri kejadian malam pertama aisiah si bunga desa
yang tak kuasa melawan takdirnya nan semakin jelas akan terus dipaksa
menyerahkan kesuciannya dalam tangan penguasa.
“Silahkan datuk..saya sudah memeganginya..kesuciannya hanya untuk
datuk..”,lirih thoyib menunduk dengan jari-jarinya semakin kuat melebarkan
belahan daging lubang surga si gadis desa yang merekah bak bunga yang siap
dipetik dalam usia mudanya ini. Selaput daranya semakin membuka memerah
basah oleh lendir memeknya yang terus menggenangi belahan bibir
keintimannya itu yang terhidang seluruhnya dihadapan penguasa lalim itu.
“Aahh! Ampun datuk! pelan-pelan..sakit! Aduuhh perih ahh!..ampun.. jangan
keras-keras..ouhhh mmmnnngghh mmmpph..!”,hanya itu permohonan aisiah
kepada datuk yang terus berhasrat tinggi sekali menggagahinya.
“Terus..datuk..ayo! Tembusi saja memeknya..buat ia tahu akan
keperkasaanmu!”,asep memanas-manasi suasana tersebut dengan menyemangati
datuk.
“Iya datuk..masa kalah sih sama perempuan?..ia bukanlah apa-apa dibanding
datuk..datuk memang perkasa..hidup datuk! Panjang umur datuk! Ayo gagahi
segera..! Ia teramat cantik untuk dilewatkan begitu saja malam
ini..”,rojali juga ikutan memuji-muji datuk. Semakin beringaslah datuk
mendengar semangat yang dilontarkan kepada dirinya, hingga ia mengunci
kedua belah paha aisiah dengan kedua tangannya yang kekar lalu tonggak
kejantanannya ia hujamkan secara keras dan kasar kedalam belahan daging
legit merah gadis desa itu yang lezat tiada tara.
Blesss…!!
Kali ini tiada ampun lagi, lobang kemaluan dara belia nan sangat cantik
sempurna tiada tara ini akhirnya berhasil menjepit ujung daging tonggak
pelir kejantanan lelaki itu diiringi jeritan kesakitan gadis si bunga desa
yang malang itu.
“Arrggghh..!! Awwh!! Sakit datuk! Perih sekali..aduuhh! aduuuhh!
Ampun..ampun!”,teriak aisiah. Pinggul dara itu menggelepar-gelepar
seketika tak kuasa menahan sakit, lubang kegadisannya seperti
ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum dan pintu masuknya semakin terbuka
menganga melahap kepala kontol milik datuk yang usaha kerasnya membuahkan
hasil menembusi memek gadis belia itu dengan ujung zakarnya. Barkonangpun
mengeluarkan suara lenguhan panjang tatkala merasakan denyutan dan aliran
kehangatan yang terpancar dari jepitan bibir liang sanggama dara itu
membelai lembut kepala jamurnya nan sudah haus akan tubuh perempuan ini,
sementara anak buahnya tetap memegangi tangan dan kaki aisiah yang telah
menjadi tawanan datuk malam itu.
“Nnnhhh…nnnnhhh…”,lenguh datuk penguasa merasakan setiap sensasi
jepitan daging kemaluan tunangan pemberontak ini, benar-benar nikmat
sekali memek si bunga desa yang cantik semata wayang ini. Demi mengetahui
kontol datuk sudah terjepit oleh keintiman aisiah, thoyib segera
melepaskan tangannya yang tadi turut membantu membuka bibir kemaluan gadis
yang dicintainya itu dan langsung mundur teratur ke tepi ranjang. Datuk
yang paling ditakuti di daerah itu tak berlama-lama lagi melepaskan
kesempatan itu, dengan mengumpulkan tenaga perkasanya di usia senjanya itu
ia sangat yakin sekali dapat mencicipi keperawanan si bunga desa ini,
pinggangnya yang sudah terkepit oleh paha tawanan birahinya ini ia tekan
lebih dalam lagi sehingga batang pelirnya semakin terpuruk kedalam lubang
surganya para lelaki ini.
“Aduhhh! Sakittt…! Perih…!! Datuk, ampun datuk! Ampunnn!”,jerit gadis
itu tak digubris sama sekali oleh datuk, ia bahkan merasakan inci demi
inci urat-urat batang zakarnya menembusi kemaluan kembang desa yang tengah
mekar-mekarnya diusianya yang telah matang dan layak untuk digauli ini.
Dirasakannya dinding kemaluan aisiah begitu hangat nan lembut
mengurut-urut dan membelai panas kejantanannya yang menembusi
keperawanannya, juga gadis ini memang belum pernah disetubuhi oleh lelaki
dan benar-benar masih perawan murni! Semua menyaksikan penyatuan paksa
kedua tubuh yang berusia terpaut jauh itu dengan nafsu menggelegak di ubun
kepala masing-masing yang mana lelaki berusia lima puluh tahun tengah
menyetubuhi seorang dara yang berusia delapan belas tahun dan
mempertontonkan adegan yang tak pantas dilihat oleh orang lain ini.
“Uhh..uhh..benar-benar masih sempit dan peret ..juga legit pula..”,puji
datuk disela-sela kenikmatan syahwatnya yang posisinya sudah diatas angin
itu, yang lain hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya ketika kemaluan
mereka bertaut juga dengan kelamin si bunga desa ini. Perlahan-lahan namun
pasti seluruh lorong dinding kemaluan gadis itu mulai penuh sesak terisi
oleh urat-urat batang zakar milik datuk penguasa yang tak dapat ditolak
ini.
Thoyibpun tak tega melihatnya, ia sudah yakin tak akan pernah lagi menjadi
orang yang pertama bagi gadis yang dicintainya ini, paling-paling ia hanya
bisa menunggu gilirannya untuk mencicipi keintiman aisiah setelah datuk
dan itupun sudah tanpa keperawanannya lagi! Membayangkan semua itu membuat
thoyib geram juga dengan penguasa, tetapi ia tak mau kehilangan jabatannya
menjadi orang kepercayaan datuk yang selalu bergelimang harta dan kekayaan
untuk memuasi hidupnya. Diam-diam ia juga merasa masih menang dengan
dimas, kekasih gadis itu, sebab ia akan menyetubuhi aisiah sebelum
tunangan gadis itu mendapatkannya, hehehe..si datuk menyeringai penuh
kemenangan, dirasanya seluruh batang zakarnya telah amblas tertelan oleh
belahan lubang intim aisiah, kini tampak hanya buah pelirnya saja yang
menggantung perkasa mentok diselangkangan gadis belia cantik ini,
sementara tonggak kejantanannya sudah bersemayam didalam tubuh telanjang
si lebai mayang. Perlahan ia menarik penisnya separuh keluar, lalu ia
benamkan lagi kedalam, ditarik lagi dan ditusuk lagi, semakin berulang dan
semakin cepat pinggulnya ia kayuh ke dasar biduk-biduk celah keintiman
gadis itu yang sudah terkoyak ini.
Kini dari dalam belahan lubang kemaluan gadis desa yang menjadi tawanan
birahi paksa ini mulai mengalir lelehan darah segar kesuciannya, tentu
saja keperawanannya telah terenggut seiring dengan robeknya selaput dara
nan selama ini telah dijaga serta dirawatnya dengan sangat hati-hati
sekali untuk dipersembahkan kepada dimas, sang kekasih tercintanya, namun
kini terpaksa harus ia relakan bagi penebusan keselamatan tunangannya itu.
Asep dan rojali melepaskan pegangan mereka terhadap tubuh gadis itu
meninggalkan datuk yang telah mengunci paha si kembang desa ini dengan
kedua ketiaknya sementara tubuh gemuknya sudah sepenuhnya menindih tubuh
korbannya ini, dan selangkangan di kedua tubuh insan manusia yang
berlainan jenis kelamin itu sudah menyatu dalam gelut permainan asmara
paksa penuh nista berduru wiksa ini. Lelaki mana yang tahan terlalu lama
untuk menyaksikan seorang gadis muda yang masih belia yang terbaring
telanjang ini tengah disetubuhi dengan kedua belah kaki putihnya terbuka
kedua-duanya, sementara di lubang surganya menancap pelir besar datuk
penguasa pemetik bunga ini. Demikian pula halnya dengan asep dan rojali,
mereka kembali mengocok-ngocokkan pelir mereka masing-masing seraya
menatap memek aisiah yang terus dijejali batang penis sang penguasa bejat
itu.
“Aaahhh aku tak tahan lagi…!”,teriak asep disela-sela puncaknya,
pelirnya yang ia kocok-kocokan sendiri telah memuntahkan air peju akibat
dari tak kuasa menahan nafsunya manakala melihat tubuh dara belia cantik
itu terhempas-hempas disebadani oleh tuannya dengan kedua payudaranya yang
terlentang itu bergoyang-goyang memutar di dadanya yang montok
menggemaskan itu.
“Oooohhhhhh…aku juga sep!”,pekik rojali bersamaan, dan memang itulah
yang hanya boleh mereka lakukan setelah harus puas tadi sempat dikocok
oleh jari-jari aisiah yang lentik halus tersebut. Cairan mani keduanya
tertumpah ke lantai kamar itu, setelah itu keduanya menuju ke kamar
sebelah untuk berjaga, terutama mengawasi dimas, tunangan gadis desa itu
yang masih terbaring tak sadarkan diri.
Tinggal thoyib yang masih setia ditepian ranjang menatapi si gadis pujaan
yang selalu menjadi impiannya siang dan malam terhentak-hentak tanpa daya
menggenapi takdirnya harus diperkosa oleh datuk penguasa durjana ini.
Dilihatnya nafas keduanya memburu dalam senandung nada-nada birahi yang
terus terlontar menebar pesona nafsu syahwat yang berkepanjangan bagi
siapa saja yang melihatnya. Erangan dan rintihan aisiah menjadi santapan
penyemangat di telinga sang datuk untuk selalu mengemposkan pantatnya
lagi, lagi.. dan lagi ke bagian intim yang paling pribadi tawanannya ini.
Gadis belia muda yang cantik ini menceracau tak jelas, samar-samar dari
desahan bibirnya terucap nama kekasihnya, hal ini sama sekali tak
diketahui oleh datuk yang tengah dikuasai hasrat badaniahnya, namun thoyib
mendengarnya. Detik demi detikpun berlalu, menit demi menit juga demikian,
bagi thoyib itu adalah siksaan batin melihat tuannya yang semakin beringas
dan ganas menyetubuhi aisiah. Penguasa mencabut pelirnya, kemudian
membalikkan tubuh telanjang yang telah berpeluh basah itu dengan tangannya
memaksa kembang desa ini menungging, bongkahan pantatnya yang membulat
padat berbentuk hati itu kini terjungkit keatas terhidang untuknya, aisiah
hanya menurut demi tertebusnya nyawa dimas walaupun entah untuk berapa
lama harus ia layani si datuk dan mengakhiri semua kejadian pahit ini.
“Thoyib! Bukankah kau menginginkan gadis ini lebih dari aku? Seperti yang
pernah kau mohonkan padaku? Kenapa kini kau hanya diam saja?”,tanya datuk
melihat thoyib yang hanya termangu disudut ranjang beralas putih ini yang
sudah berceceran keringat yang bercampur dengan lendir dan bercak darah
keperawanan aisiah.
“Ampun datuk..hamba menunggu datuk selesai..”,thoyib kaget dengan
pertanyaan yang dilontarkan tuannya itu.
“Hahaha..thoyib..dari tadi juga aku sudah selesai, kesucian gadismu ini
sudah kurenggut sejak tadi, aku hanya menginginkan itu, tak lebih..kini
kau boleh menikmatinya sekarang..”,datuk malah tertawa dibuatnya.
“Maksud datuk?”,tanya thoyib tak mengerti.
“Hahaha..thoyib..thoyib.. aku tak akan membuatnya hamil..bukankah engkau
yang menginginkan anak dari rahimnya thoyib? Ia kuserahkan padamu kini..
aisiah menjadi milikmu sekarang.. terimalah..”,jawab datuk seraya
beringsut dari posisinya memberi jalan kepada thoyib, aisiah yang
menungging ini menjadi bergidik mendengar pembicaraan tersebut.
“Sudah gilakah engkau thoyib? Engkau dahulu sudah kutolak, aku sudi
melayanimu hanya karena memandang datuk! Tak kusangka hatimu sebuas
binatang!”,maki aisih sambil tubuhnya berusaha bangkit, namun datuk
langsung mencengkram tubuh telanjang dara belia ini kembali dengan sepenuh
tenaga.
“Diam kau! Perempuan murahan! Kau rela diperkosa hanya untuk menyelamatkan
kekasih dan tunanganmu yang lemah itu! Sekarang apa?! Ia hanya bisa
terbaring tak berkutik tanpa dapat menolongmu! Hahaha…”,balas thoyib
yang menjadi geram karena kecemburuannya terhadap dimas, aisiah hanya
setia pada kekasihnya ketimbang dirinya.
“Ampun datuk! Lepaskan aku dari tangan sijelek ini, aku tak sudi! Tak
sudi! Ia keparat yang pencemburu.. ia tak menyukai pertunangan kami..ampun
datuk..haph!”,belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, datuk segera
menjejali mulut mungilnya dengan batang pelirnya.
“Aku belum selesai! Hisap punyaku ini, cepat!”,perintah datuk sambil
menyodok-nyodokkan selangkangannya ke wajah manis si kembang desa yang
telah ternoda ini. Erangan dara cantik itupun larut dalam redaman pelir
kejantanan penguasa yang melesak dikerongkongannya. Thoyibpun sudah panas
kupingnya mendengar makian aisiah barusan, harga dirinya sudah semakin
terinjak-injak, rasa cinta dan kasihannya kini berbalik menjadi kebencian
yang amat sangat dan ingin memberi gadis ini pelajaran atas hinaannya itu.
Lelaki kontet yang buruk rupa itu menempatkan tubuh bugilnya dibelakang
pantat gadis desa cantik tersebut nan masih menungging menyedot-nyedot
pelir datuk penguasa tersebut dan tak sadar akan bahaya tersebut, walau
melalui lirikan matanya yang sembab basah oleh isak tangis ia melihat
thoyib sudah tak ada lagi ditempatnya lagi. Diambilnya seutas tali, lalu
ia mengikat tangan aisiah kebelakang punggungnya dengan dibantu dipegangi
oleh sang datuk, semakin tak berdayalah si bunga desa ini dibuatnya.
“Memang betul aku iri dengan dimas, karena ia berhasil menaklukkan hatimu,
sedangkan aku? Sudah dua kali ini engkau menyia-nyiakan cintaku yang
sedemikian tulus dan suci ini, kenapa kau tidak mau menerima aku sebagai
kekasihmu? Aku memang berwajah buruk, tetapi aku tak sudi dihina olehmu!
Biarlah aku hanya akan mendapatkan tubuhmu..aku akan menyetubuhimu sampai
pagi nanti! Agar engkau akan selalu mengenangku..aku akan membuahi
rahimmu, aisiah! Semua ini telah kurencanakan dengan matang, malam ini
memang saatnya takdirmu untuk menjadi milikku seutuhnya secara badaniah
telah tiba, dengarkah engkau? Hahaha..”,tawa thoyib kini membuat aisiah
menjadi bergidik, kepalanya terpuruk menahan berat badannya dengan kedua
tangan terikat tak berdaya kebelakang, pelir datuk masih menghujam di
bibir mungilnya, gadis itu hanya bisa melenguh dan mendesah meratapi
nasibnya yang malang, air matanya mengalir lagi dikedua pipinya.
“Arrgghh! Aku keluar..!!”,datukpun menyemprotkan air maninya didalam
rongga mulut gadis desa cantik itu dan langsung tertelan oleh aisiah,
terasa asin dan mual ketika cairan peju sang datuk harus melewati
kerongkongannya. Sebagian ceceran sperma datuk meleleh membasahi sisi
belahan bibir indahnya yang sensual itu, dan datuk segera membungkam mulut
gadis itu dengan kain gombal kering dengan sangat ketat, setelah itu ia
berpaling kepada thoyib.
“Selamat bersenang-senang thoyib..hahaha aku benar-benar puas kau beri aku
keperawanan gadis cantik ini..”,datukpun keluar kamar sambil tertawa-tawa
riang meninggalkan thoyib dan aisiah.
“Terima kasih datuk..”,thoyibpun tak menyia-nyiakan kesempatan lagi, hari
telah melewati larut malam, ia lalu menyiapkan batang pelirnya sendiri
kearah lubang keintiman gadis cantik itu yang tertungging tak bergerak
dengan kepalanya terpuruk dikasur menahan beban tubuh telanjangnya yang
aduhai dimata thoyib. Dengan kedua ibu jarinya ia membuka bibir memek
aisiah, dilihatnya lobang gadis cantik itu sudah menganga akibat termakan
oleh penis tuannya tersebut, selaput dara berbentuk anak tekak itu sudah
tiada lagi disana, terkoyak habis sudah tercabik-cabik oleh penguasa
durjana pemetik si bunga desa. Kemaluan gadis itu masih tampak berceceran
darah dan lendir sisa-sisa persetubuhannya dengan datuk akibat diperkosa
tadi, namun hal itu semakin membuat pandangan thoyib semakin nanar oleh
niat jahatnya untuk menodai aisiah.
“Sekarang giliranku aisiah! Tak peduli kau akan melayani dan memuaskanku
atau tidak, aku akan menggaulimu terus sampai pagi hari menjelang nanti,
karena aku tahu malam ini adalah masa kesuburanmu, kau harus memberikanku
anak, aku mau seorang anak dari rahimmu sebagai hasil dari persetubuhan
malam ini agar engkau akan selalu mengenangku dalam
kehidupanmu..hahaha!”,kata-kata thoyib laksana sebuah bencana maha dahsyat
yang akan selalu menghantui gadis bunga desa ini, pelir yang sudah
mengacung tegak dan tampak mengangguk-angguk itu dibenamkan ke dalam celah
liang peranakan aisiah.
“Bless!!”
Seluruh batang zakar thoyib langsung amblas masuk ke liang sanggama gadis
itu sudah, dan tanpa tedeng aling-aling lelaki kontet itu membuat penisnya
keluar masuk di sela-sela kemaluan aisiah sambil merengkuh kedua payudara
gadis itu yang menggantung padat dan ketat dari belakang dengan tubuh
membungkuk bagai udang, thoyib mulai menggagahi si bunga desa.
“Ngghhh…nggghhh!”,rintih aisiah tak jelas karena mulutnya telah
terbungkam gombal.
“Ohh.. betul kata datuk.. punyamu begitu lezat, manisku.. kau tak hanya
cantik luar biasa.. namun lobang memekmu juga legit dan peret,
sayang”,thoyib terengah-engah memacu pelirnya keluar masuk liang peranakan
aisiah yang monyong dan kempot tercolok-colok oleh kejantannya, sementara
pinggul bunga desa itu terpuruk-puruk disodok lelaki kontet buruk rupa
itu. Tak terbayangkan bagaimana kesedihan dan kepiluan yang harus
ditanggung oleh dara belia cantik si bunga desa ini, malam itu akan
menjadi malam panjang bagi penderitaanya yang tak terperikan, tak ada lagi
yang dapat diharapkan dalam hidupnya lagi, jika esok hari dimas dibebaskan
karena penyerahan dirinya, apakah lelaki itu akan mau menerima dirinya
yang sudah ternoda ini, mengingat hal tersebut aisiah hanya dapat
memejamkan matanya yang sendu sembab dalam linangan air mata. Kontol
thoyib yang keluar masuk ditubuhnya itu seakan mengaduk-aduk isi liang
peranakannya lebih sakit daripada saat kemaluannya diperawani oleh datuk,
sebab ia tahu lelaki kontet ini menggaulinya dengan maksud yang buruk
melebihi harus kehilangan kesuciannya. Tangan thoyib meremas-remas
payudaranya begitu ganas dan menyakitkan, tampaknya lelaki jelek itu tak
pernah bercinta sebelumnya, jadi tidak tahu cara untuk menyetubuhi
perempuan secara halus dan penuh perasaan, lagian wanita mana yang mau
dengan wajah buruknya?
“Hmm.. saatnya lobang pantatmu juga akan kucoba, manis.. aku memang
bukanlah lelaki pertama bagimu.. tetapi aku akan menjadi pertama yang akan
memerawani lobang pantatmu..sayangg..”, thoyibpun mencabut pelirnya dari
lubang surga aisiah dan beralih membuka celah lubang diatasnya yang lebih
sempit, kecil dan mungil itu. Si buruk rupa ini segera meludahi celah
lobang anus milik gadis belia cantik ini, menjilati dan menguakkan liang
dubur itu sedemikian lebarnya membuat dara belia ini semakin menjerit
kesakitan dan belum lagi kontolnya dibenamkan ke bongkahan pantat
tersebut, aisiah sudah tak sadarkan diri. Tanpa jijik lidahnya menyeruak
kedalam isi belahan anus gadis cantik ini, bahkan rasa manis yang
diterimanya ketika celah pantat dara belia itu menempel dilidahnya dan
memang dubur gadis muda begitu enak untuk dijilati, selain masih ketat dan
kencang juga aromanya begitu khas kepekatannya.
“Baguslah..jadi aku bisa mengoyak anusnya tanpa perlawanan..lagian berisik
banget sih ini perempuan..”,gumam thoyib membatin.
Ujung kepala batang zakarnya diselusupkan kelubang anus itu berkali-kali,
masih terpeleset-peleset, ia ludahi kembali bibir lobang pantat itu,
dicobanya kembali menembusi dubur mungil nan merah menyala milik bunga
desa cantik tiada tara ini, masih gagal juga! Ia melumuri batang zakarnya
dengan air ludahnya cukup banyak, kemudian dicobanya lagi, terus.. dan
berulang-ulang sampai kepala jamurnya berhasil terjepit di bibir kulit
anus gadis tersebut.
“Ohhh….”,desah thoyib yang merasakan begitu ketat dan peretnya lobang
pantat gadisnya ini, ditekannya kuat-kuat batang pelirnya hingga sudah
sepertiganya terbenam, lagi didorongnya lebih kuat lagi lebih dalam,
semakin dalam dinding anus gadis itu semakin lunak dan panas dirasa
kejantanannya menyeruak isinya sampai akhirnya amblas semua ke dubur gadis
desa ini. Setiap kali thoyib menarik atau menusuk pantat aisiah, belahan
liang anus itu selalu menjadi kembang kempis seukuran pelir yang
bergerak-gerak menyodomi dirinya, bahkan lelaki kontet yang buruk rupa itu
semakin menambah irama sentakannya kearah bokong bulat padat kepunyaan
tawanannya tersebut. Masih tak puas juga setelah kontolnya sudah berhasil
keluar masuk dengan tak terlalu seret lagi karena lendir anus gadis itu
sudah membasahi dinding pantatnya yang terbuka, lelaki itu memperkosa anus
dan memek aisiah bergantian, kadang lubang kemaluannya yang dientot
beberapa kayuhan setelah itu ke lobang pantatnya lagi, demikian juga
sebaliknya.
Lama kelamaan tubuh yang tertungging pingsan tersebut tak kuat lagi
dipermainkan thoyib, tubuh aisiahpun jatuh kesamping kanan dalam posisi
miring di ranjang. Dengan tangan kanannya diangkatnya kaki kiri dara belia
ini melalui genggaman erat pada pergelangannya, lalu selangkangannya
kembali dientot bergiliran antara lobang peranakan dan dubur gadis cantik
itu. Tak hanya itu saja, tangan kiri thoyib menjulur mempermainkan kedua
payudara aisiah dari samping seraya menjilati telapak kaki putih korbannya
itu yang tak sadar lagi apa yang diperbuat lelaki kontet seterusnya. Kaki
indah yang putih bersih itu telah menjadi miliknya kini, dalam genggaman
tangannya kaki itu telah lunglai dan tak berdaya sama sekali dan sudah
menyerah secara total kepadanya, sudah penuh air ludah thoyib disekujur
telapaknya.
Menit demi menit berlalu meninggalkan decak-decak suara yang ditimbulkan
dari pergesekan kelamin keduanya nan tengah menyatu itu, sudah tinggal
thoyib dan gadis itu dikamarnya, datukpun sudah tak kelihatan lagi batang
hidungnya entah kemana, sementara asep dan rojali dikamar sebelah mulai
menyeret tawanan mereka yang lain, kekasih gadis itu menuju kearah kamar
tempat aisiah tengah dinodai si buruk rupa. Dimas ternyata sudah siuman,
namun mulutnya dibungkam rapat-rapat oleh kain gombal yang berlapis dengan
ikatan kain mengelilingi lehernya dan ia dalam cengkeraman kedua centeng
penguasa itu dipaksa melihat tunangannya tengah diperkosa thoyib. Sia-sia
saja dimas meronta, karena ikatan itu teramat kuat di tubuhnya, ia hanya
menggeram marah tanpa berkutik menyaksikan tubuh lelaki kontet jelek itu
nan leluasa menggagahi gadisnya ini, sementara thoyib kini tertawa dengan
penuh kemenangan.
“Hahaha.. lihatlah gadismu ini sungguh perempuan murahan, meskipun ia
menjadi bunga desa diseluruh kampung, tetapi ia bersedia menjual dirinya
demi membebaskanmu hai pemberontak! Dan lihatlah kini, akulah yang berhak
atas dirinya..dan bukan kamu dimas! Saksikanlah tatkala benihku akan
bersarang di dalam rahimnya..hahaha”,demikian kata-kata pedas yang
terlontar dari mulut thoyib kepada saingannya itu, kepada lelaki yang
telah mencuri hati aisiah dan menolak cinta kasihnya yang dahulu masih
tulus. Pelirnya semakin diamblaskan ke lubang memek gadis itu sampai
mentok abis sudah dengan sekujur belahan daging merah berbulu basah milik
kekasih dimas ini telah penuh oleh linangan cairan persetubuhan, darah
kesucian serta keringat keduanya yang berlelehan di sprei ternoda itu.
Laksana si cantik dan si buruk rupa, demikianlah perbedaan sepasang insan
yang berlainan jenis kelamin itu telah larut dalam rajutan adegan birahi
paksa di malam paling jahanam bagi kehidupan aisiah dan kekasihnya ini.
“Entot terus sampai pagi, thoyib! Pacu terus memeknya.. jangan sampai
lepas..!”,seloroh asep menyemangati lelaki kontet itu yang pelirnya terus
melumati liang peranakan gadis itu.
“Betul, thoyib! Kau harus bisa membuatnya hamil malam ini juga, sebab esok
hari engkau akan kehilangan kesempatan lagi untuk itu.. perkosa gadis itu
berulang-ulang agar pejumu dapat meresap didalam rahimnya..!”,tambah
rojali. Ia sungguh senang melihat adegan lelaki dan perempuan yang tengah
bersetubuh, agaknya sudah sekian lama rojali sering mengintip pasangan
suami istri nan sedang berbuat intim dikampungnya saat malam sampai pagi
hari dan ia lebih senang lagi mendapati pemandangan thoyib dan aisiah nan
jelas dimatanya secara nyata tanpa harus mengintip capek-capek.
Betapa terpukul hati dimas mendapati kekasihnya yang tengah dilalap
tubuhnya bergiliran oleh mereka para bajingan penguasa itu, sementara
dirinya telah gagal untuk melawan kekuasaan dan sepak terjang mereka,
rencana pemberontakannya telah diketahui, bahkan kekasih yang dicintainya
ini jatuh dalam pelukan datuk cs ini. Kenikmatan demi kenikmatan dari
kehangatan tubuh kekasih tercintanya ini benar-benar dipertaruhkan untuk
menebus keselamatan nyawa dimas dan itulah pengorbanan yang tak diketahui
oleh kekasih aisiah nan telah terikat dengan perjanjian nista dalam satu
malam panjang penuh durjana paksa dan kemaksiatan nan bejad. Tubuh thoyib
semakin ketat dengan selangkangan aisiah yang kakinya bergoyang-goyang
dalam cengkeraman dan hentakan yang dibuat oleh lelaki tangan kanan sang
penguasa itu, nafas lelaki itu semakin memburu senada dengan gerakan maju
mundurnya yang kian dipercepat. Sebentar-bentar dimas melihat memek
gadisnya itu dirojok-rojok, sebentar pula anus tunangannya ini yang
disodok, kesemuanya ini membuat pandangannya menjadi nanar dan
berkunang-kunang dalam kemarahan dan kepiluan hatinya yang semakin
dirasanya remuk redam.
Thoyib sendiri begitu merasakan kenikmatan duniawi yang tiada tara dengan
menyetubuhi gadis ini, semua hasrat terpendam, impian serta luapan
nafsunya telah diarahkan sepenuhnya kepada tubuh bugil si kembang desa
yang sangat cantik ini yang kini telah berada dipelukannya bak kejatuhan
durian runtuh nan matang dipohon. Aisiah memang teramat cantik untuk
digauli olehnya, rasanya seperti mendapat dewi yang turun dari alam
kahyangan, semua bentuk kesempurnaan tubuh wanita telah ada
diketelanjangannya. Lelaki jelek itu kini menelentangkan tunangan wanita
milik si pemberontak yang telah kalah itu, kemudian kedua kaki kekasih
orang lain ini dipentangkan terbuka dengan sangat lebar, masing-masing
pergelangan kakinya dipegang erat dengan separuh panggul dan selangkangan
gadis belia itu terangkat dari kasur. Dalam posisi demikian celah
kemaluannya terhidang dan semakin merekah membuka karenanya, thoyib tanpa
memegangi batang kejantanannya yang masih tegak menantang itu kembali
menghujam kedalam memek aisiah lagi. Seketika amblaslah kontol si jelek
itu yang telah membuka seluruh jalan masuk rahim korbannya yang masih
sangat muda belia ini. Dahulu ia mengutarakan cintanya di saat aisiah
berusia enam belas tahun, dan ia selalu terbayang akan hal itu, sekarang
dua tahun telah berlalu serta gadis ini telah berusia delapan belas tahun,
kini lubang kemaluan gadis itu tidak hanya buat kencing saja, namun sudah
dapat dipergunakan untuk memuasi nafsu kebinatangannya para lelaki.
Panggul gadis itu telah menggantung terangkat keatas terkangkang dengan
sepenuhnya, kejantanan thoyib yang berurat masih menancap keluar masuk
didalamnya, bibir memek gadis itu semakin sembab dipandang mata karena
terus digesek-gesekkan dengan tonggak pelir lelaki itu yang sudah
terlumuri cairan lendir sanggama dari keduanya, apalagi aisiah baru saja
diperawani sehingga meninggalkan kelebaman pada bibir kemaluan luar dan
dalamnya yang sudah terkoyak. Gerakan thoyib seakan mencabik-cabik isi
didalamnya, kontolnya serasa penuh sesak dalam basuhan lubang panas
ditubuh dara manis ini, dirasanya puncak kenikmatan yang diraihnya semakin
dekat ke tahap akhir. Namun lelaki itu segera mencabut keluar lagi
zakarnya dari lubang pelampiasan hasrat gadis desa nan menawan ini, tubuh
kontetnya bertukar tempat ke arah kepala gadis itu terlentang, lalu kedua
ketiak lutut aisiah di tariknya sampai panggulnya berada diatas dan kepala
gadis itu berada dibawah menopang berat tubuhnya sendiri. Dengan jepitan
kedua kakinya yang berdiri diatas ranjang, thoyib menjepit dan mengunci
tubuh telanjang gadis itu sehingga gabungan tubuh keduanya membentuk huruf
“S” dengan tubuh bugil lelaki kontet itu diatas dan aisiah dibawahnya.
Kontol thoyib lalu diselusupkan kembali ke dalam lubang sanggama gadis
desa nan malang tersebut dan setelah penisnya amblas kembali, kini ia
memompa tubuh telanjang gadis itu seperti orang yang tengah memompa ban
sepeda, berdiri.. jongkok.. berdiri.. jongkok.. begitu seterusnya. Sungguh
disayangkan sekali aisiah masih tak sadarkan diri sehingga tak ada
perlawanan sekali dalam posisi persetubuhan yang tak lazim tersebut, namun
adegan itu membuat semuanya terhenyak heran.
“Wahh.. koq bisa ya dientotin kayak gitu?”,bengong asep terpana.
“Aduh.. thoyib memang perkasa deh..sebab dia tau bagaimana cara menikmati
perempuan muda yang cantiknya selangit ini.. biar aja si dimas cuma
kebagian sisanya nanti..hahaha..”,ledek rojali yang membuat dimas semakin
mengkerut dalam keputus-asaan, harga dirinya sebagai lelaki telah runtuh
karena ia tak mampu menolong kekasihnya nan diperkosa sedemikian rupa oleh
bajingan-bajingan tengik itu. Thoyib tambah merajalela dalam membuahi
rahim si kembang desa cantik ternama ini, kontolnya semakin melesak-lesak
mentok kedasar lubang kegadisan aisiah yang sebelumnya telah terlebih
dahulu kehilangan keperawanannya ini, bisa-bisa semuanya belajar dari
lelaki kontet buruk rupa ini dalam mencari posisi sanggama untuk
menyetubuhi perempuan cantik seperti bunga desa itu. Tidak hanya itu,
jari-jari thoyib ikutan mencolok-colok lubang anus dara itu yang sudah
mengembang sejak menerima kejantanannya pula, mengorek dan mengaduk liang
poros usus aisiah yang terkulai pingsan tanpa perlawanan sama sekali.
Terus memperkosa dalam keadaan demikian, membuat lelaki buruk rupa ini
akhirnya menyerah dalam buaian kehangatan vagina korbannya dan tibalah
saatnya ia harus melepaskan keperjakaannya pula diantara jepitan paha
wanita belia nan cantik mempesona ini. Tubuh thoyib semakin menekuk luruh,
dirasanya seluruh otot-otot badannya menggelinjang dalam desakan arus
birahi yang mendesak-desak pembuluh darahnya nan berpusat di kelenjar
lelakiannya, siap untuk meledak seiring luapan nafsu yang selama ini
terpendam pada aisiah, bunga desa yang ditaksirnya nan selalu hadir dalam
setiap mimpi indahnya, dalam setiap nafas terucap namanya serta di hatinya
terukir nama gadis itu. Semuanya kini meletup dalam dera birahi dahsyat,
betapa kepala zakar thoyib yang bersemayam dalam lorong rahim aisiah
memuntahkan cairan kepuasan syahwatnya nan berupa semprotan air mani
dimana tersimpan jutaan benih kelelakiannya menggenangi isi lubang
peranakan gadis itu.
“Srrr..crot..Crot! Croot! Croott!!”
“Jangan!..jangan di dalam! Bangsat kau thoyib!!”,pekik dimas dalam hatinya
yang telah mendidih menyaksikan gelepar-gelepar tubuh thoyib diambang
puncak kenikmatan badani hewaniahnya kepada kekasihnya itu.
“Aaahhhhh…nggghh..uuhhhh”,erang lelaki kontet itu menghabisi tetes-tetes
terakhir air maninya kedalam belahan daging pasangan persetubuhannya ini,
merem melek menahan kenikmatan yang berlebihan berhasil menodai sang bunga
nan cantik menawan, kekasih saingannya, dimas.
Sayup-sayup kelopak mata gadis itu terbuka dan tersadar dari pingsannya,
namun tubuhnya masih terkulai layu, dipandangnya wajah dimas dalam
ketidakberdayaan takluk dalam dekapan kedua centeng yang melumpuhkannya.
Aisiah mendapati dirinya masih telanjang dalam pelukan thoyib, dan lelaki
kontet itu melihat kesadarannya yang telah pulih. Aisiah menatap dimas
dengan tatapan mata sendu yang tak terlukiskan oleh sang kekasih membuat
hati thoyib semakin teriris, percuma saja aku memperkosa gadis ini, toh
yang ada dihatinya tetap kanda dimas ini, kurang ajar!
Ditariknya pinggul gadis itu keatas sambil ia juga berdiri diatas ranjang
besar yang terdapat tiang-tiang kelambu dikeempat sudutnya itu, hingga
kedua kaki aisiah terpentang diwajahnya dan kepala gadis itu tepat berada
diselangkangannya. Posisi enam sembilan sembari berdiri itu dilakukan
thoyib agar rahim aisiah dapat menyerap seluruh cairan benih
kejantanannya, dijepitnya pinggul gadis itu dalam keadaan terbalik dan
jarinya menguak belahan memek itu lagi. Puas sudah hati thoyib demi
melihat belahan lubang itu telah penuh berisi cairan pejuhnya yang putih
laksana air susu yang memenuhi bibir gelas. Kain yang mendekam dibibir
gadis itu dicabutnya hingga terlepas dan sebelum aisiah bisa berucap kata,
tangan thoyib telah menekan kepala aisiah ke selangkangannya dimana
pelirnya masih tegak teracung, dan masuklah kontol itu kedalam bibir
mungil dara belia cantik itu lagi.
Dimas menyaksikan kesemuanya itu dengan darah mudanya nan mendidih, betapa
mulut gadis itu dipaksa melumat kontol lelaki kontet buruk rupa itu yang
sesudah memperkosa kekasihnya berlumur cairan kemaluan keduanya beserta
darah kesuciannya pula. Thoyib seperti mengelap batang kejantanannya
dengan mempergunakan mulut gadis manis si bunga desa ini yang gelagepan
menerima sodokan-sodokan zakar lelaki itu di rongga mulutnya. Kedua kaki
gadis itu yang mengangkang membuka dan mengatup seperti orang yang sedang
berenang gaya katak diatas wajah thoyib, sebelum menjepit keras kepala
lelaki kontet buruk rupa tersebut dengan kaki-kakinya yang terjuntai
keatas menyilang mengitari leher thoyib. Tampaknya itu adalah orgasme
pertama dari gadis desa itu setelah siuman dari pingsannya, semua sensasi
yang berkumpul dalam belahan kegadisannya nan dinodai terus menerus sejak
awal membuahkan hasil yang membuatnya meraih puncak kenikmatan pertamanya
sebagai seorang wanita seutuhnya dalam persetubuhan dengan lelaki.
“Nnngghgh..Auffhhh…Ahhmm…Unnghhh!”,bibir memek aisiahpun menjadi
berkedut-kedut hebat dalam dekapan si kontet, air mani lelaki itu yang
tadinya luber di lubang kemaluannya seperti terhisap kedalam seirama
dengan denyutan vaginanya nan menelan pejunya thoyib, lelaki yang dulu ia
benci karena mengemis cintanya, tapi kini yang berhasil mencicipi semua
bagian terlarang ditubuhnya.
“Hahaha..dimas! Lihatlah sekarang kekasihmu sudah takluk dalam dekapku..
tidakkah engkau lihat sendiri benihku telah kutumpahkan ke rahimnya.. ia
akan menjadi seorang ibu dari anak-anakku kelak..dan akulah sang
ayahnya..bukan kamu dimas! hahaha…”,tawa kemenangan thoyibpun membuncah
ruah keseluruh isi kamar itu bagai selaksa sembilu dalam pendengaran
kekasih aisiah. Betapa malu dan hancur lubuk hati gadis itu yang diluar
kendalinya ternyata tubuhnya sendiri telah berserah kepada lelaki kontet
itu, padahal dulu sama sekali tak pernah diimpikannya bahwa ia akan
disebadani oleh thoyib.
Lelaki kontet buruk rupa ini kemudian membalikkan tubuh aisiah,
digendongnya tubuh bugil gadis desa itu laksana anak kecil yang tengah
digendong ibunya, kedua kaki putihnya menyilang menjepit pinggang thoyib.
Kontol thoyib dimasukkan ke liang sanggamanya dan kembali beraksi dengan
gagahnya didalam bibir memek gadis itu yang kembang kempot dibuatnya,
kepala aisiah terbanting ke kanan kekiri dengan rambut terlecut-lecut
sudah, mata gadis itu kini merem melek dalam buaian kelelakian lelaki
kontet itu, agaknya sudah terbiasa kembang desa nan cantik ini diperkosa
dalam kenikmatan.
“Kanda dimas.. ohh..ssshh..tolong engkau jangan hiraukan aku
lagi..ahhh..sshhh.. aku sudah ternoda..uhh..uhh..ohhh…aku bukan gadis
suci lagi, kanda..ssshhh.. ahhh…mmmhh… mereka telah merenggut semua
yang seharusnya aku berikan kepadamu pada malam pertama kita nanti..
sshhh.. ouhhh.. ahhhh aku tak layak untuk mendampingimu lagi kanda
dimas..ssshhh…oaahhh”,pinta gadis itu sembari lobang memeknya dipacu
oleh lelaki kontet yang telah menaklukan tubuh kekasihnya ini, seraya
diiringi linangan air mata ia mengucapkan kalimat demi kalimat itu dengan
sangat lirih dalam erangan dan rintihan yang bercampur semua nuansa sedih,
pilu serta nikmat itu. Mungkin memang sudah takdirnya bunga desa ini yang
harus melewati malam kepedihan jahanam, sehingga ia harus membiasakan diri
diperkosa oleh para lelaki.
Dimaspun tak dapat lagi penuh meresapi kata-kata gadis itu, matanya telah
berkunang-kunang tak kuasa menyaksikan kenyataan di depan mata kepalanya
itu hingga membuat kesadarannya semakin lama semakin meredup bagaikan
mengalami mimpi yang paling buruk dalam hidupnya. Tubuhnya jatuh lunglai
dari berlutut ke telungkup dilantai kamar tersebut, dunia serasa gelap..
hening.. dan hampa.
“Jangan..! jangan lagi kumohon..! Awwhhh!”
“Terima kasih thoyib! Kau beri kami kesempatan juga untuk menikmati bunga
desa ini”
“Tapi ingat! Keluarkan di luar yahh?!”
“Beres..”
“Tidak! Jangan! Ohh dimas! Tolong aku!”
Bagai terhenyak dari tidur, dimas mendengar suara itu dalam telinganya,
namun matanya serasa sulit untuk dibuka, lalu keadaan menjadi gelap gulita
lagi.. kosong.. nan berkepanjangan..
“Pantatnya benar-benar lezat nih .. akhhh..!”
“Argghhh! Awhhh…mmmphhh! Ampunn! Jangan disitu lagi! Aahhh.. Kumohon!
Sudah! Sudahhh…!! Ammhhhppphh!”
Samar-samar terlihat tubuh kekasihnya dipangku oleh rojali dalam keadaan
kedua kakinya terkangkang dengan masing-masing tungkainya di cengkeram,
kontol lelaki itu terbenam dalam lobang anusnya, sementara tubuh telanjang
asep berdiri dan mengangkangi wajah aisiah memaksa gadis desa cantik itu
mengenyot-ngenyot batang zakarnya, namun mata dimas kembali tertutup dalam
buaian tak sadarnya kembali..
“Masih ada yang mau lagi?! Sudah hampir pagi nih!! Kalo tidak.. aku mau
lagi membuahi rahimnya sekali lagi…”
“Kita udah capek.. biar kamu aja lagi, thoyib”
“Hmm..memeknya kuat sekali yah melayani kita bertiga?”
“Hehehe.. ini memang memek untuk satu lobang buat rame-rame”
“Hussh! Diam kau asep, nanti thoyib marah..kamu bukannya terima kasih ama
dia..”
“Iya.. maaf.. terima kasih yah! Udah bagi-bagi ke kita ini memek..”
“Sayang.. dia udah pingsan lagi..”
Selangkangan kekasihnya terbuka didepan matanya kembali, memperlihatkan
lubang kemaluannya nan telah bengkak kemerahan akibat digagahi semalam
suntuk, juga lobang duburnya sudah terkoyak penuh lelehan cairan peju yang
entah milik siapa.
“Hei! Kekasihnya bangun lagi tuh!!”
Bukk! Lalu dunia kembali hilang dari pandangan dimas.. kesadarannya jatuh
di kegelapan yang semu lagi.. sepi nan berkepanjangan sudah..
*****
Suara kicauan burung membangunkan dimas dari pingsannya, dia bangun dan
hanya mendapati dirinya seorang diri masih di kamar itu, kamar yang besar
dengan ranjang sprei putih nan telah penuh bercak-bercak darah perawan dan
campuran keringat serta cairan kemaluan perkosaan semalam suntuk itu.
Aisiah sudah tak ada lagi, ia perlahan beringsut ke ranjang tersebut,
sempak gadis itu masih ada, tapi kini telah ternoda oleh cairan mani dan
juga darah gadis itu. kemana engkau wahai belahan jiwaku? Lelaki tunangan
gadis desa itu keluar dari kamar, hanya sepucuk surat ia temukan
tergeletak diatas meja kayu ruangan tamu rumah tersebut, dengan tangan
gemetar ia membukanya dan mendapati tulisan gadisnya nan basah dengan air
mata disana;
Kanda Dimas..
Saat engkau membaca isi surat ini, mungkin aku sudah tiada lagi di sini..
aku kini bukanlah seorang gadis suci lagi yang layak untuk mendampingimu..
ketika pertama kali engkau hadir dalam kehidupanku, aku merasa sangat
bahagia sekali.. engkau adalah sosok idaman hidupku yang selalu menjadi
impianku semenjak kecil, engkau terlalu sempurna di mataku kanda.. segala
perhatian yang kau curahkan pada diriku membuat aku mengenal arti indahnya
sebuah cinta dan betapa sangat berartinya kehadiran seorang pria dalam
hidupku.. namun selama ini kau balas kejujuranku ini dengan seonggok dusta
yang kau simpan begitu rapi, hingga aku tak menyangka kebohonganmu itu
telah membuat perjalanan hidupku berubah.. teganya engkau menjadi
pemberontak dan membuatku harus jatuh ketangan penguasa.. apalah dayaku
sebagai perempuan lemah dalam cengkraman mereka.. kakek telah tiada
meninggalkan hutang yang menumpuk, sedangkan kamu merantau untuk sesuatu
niat yang tak dapat kupercaya.. hingga saat thoyib meminta aku harus
memilih..ikut dia atau ikut kamu..dengan sangat menyesal aku harus
menerima ketulusan cintanya untukku.. dan harus melepaskanmu.. karena aku
yakin ia telah menabur benih dalam rahimku ini.. tak tahukah engkau
penderitaanku semalam? Mereka menodaiku tanpa henti..engkaupun tak
berdaya.. aku harus apa? Katakan padaku dimas.. aku tak mungkin memilih
mengikuti engkau dengan mimpi-mimpi buruk kita ini.. lupakan aku dari
hidupmu.. aku tak pantas untukmu.. jangan khawatirkan aku lagi.. thoyib
telah berjanji akan membuatku bahagia, ia sungguh sangat mencintaiku..
…..
…..
…..
Tak kuasa dimas menekuni lanjutan kalimat isi surat itu lagi.. ia kini
pergi meninggalkan rumah tersebut dengan langkah lunglai yang
tertatih-tatih.. berusaha melupakan kenangan manis kekasihnya yang telah
menjadi milik orang lain.
Subscribe to:
Posts (Atom)